Hari yang indah dengan udara cerah. Angin sejuk bertiup sepoi-sepoi mengikuti alunan musim semi. Bersama hangatnya mentari, Sang Bayu membelai wajahku yang berpelembab.
Oh, ya, kumulai hari ini dengan ritual sederhana: sarapan roti, pisang, dan jus apel. Sarapanku kubarengkan dengan membaca email. Seperti hari biasa yang tidak terlalu istimewa. Entah kenapa, aku ingin mandi. Biasanya aku malas melakukan ini. Namun, keinginan untuk membasuh diriku dengan air hangat membuatku menikmati mandi. Semburan shower memijat punggungku laksana belaian hangat wanita yang kurindukan. Sedikit obat untuk pria kesepian ini. Butiran air yang memantul dari badanku berkilauan bagai permata mengingatkanku akan kemilau mata wanita itu. Seusai mandi, kupakai pelembab wajah murahan dari ALDI. Yang tak mempan menjaga wajahku dari kekeringan. Nampaknya aku perlu beli pelembab baru.
Aku pun pergi ke kampus Uni Bremen naik angkot tercinta. Teringat aku belum membeli rantai sepeda. Ah, mungkin minggu depan saja, aku sibuk dengan thesis hari ini. Bus 25 berisi banyak gadis belia cantik. Mereka terlalu muda ditambah pikiranku dan perasaanku tertuju pada seorang wanita yang telah mengucapkan mantra yang tepat untuk menggerakkan hatiku. Dua halte dan sampailah di stasiun utama. Kutunggu sebentar, Strassenbahn 6 membawaku ke Uni. Tak terlalu penuh. Kusadar bahwa sekarang sudah semester ke-9, kulalui jalur ini. Sedangkan aku belum juga lulus master yang cukup ditempuh 4 semester. Plus, belum terlalu sukses dalam mencari jodoh.
***
Aku menuju Uni untuk berkumpul bersama Elektro Ceria Bremen: Meity, Natasha, Yonathan tanpa Kuncen Sakti Kuburan 24. Di Strassenbahn, bertemu Meity. Beliau baru pulang liburan ke Indonesia dan membawa segudang cerita asyik pengalamannya. Kemudian sesampainya di Mensa, kami berdua secara tak terduga bertemu Novi (Bu Dalang). Bertiga menunggu Natasha dan Yonathan. Akhirnya mereka datang. Yonathan dan aku membeli Essen I yang murah. Yang lain nampaknya membeli salat. Kami juga bertemu Tim, teman Jerman yang mengelola yayasan di Indonesia. Tapi Tim tidak duduk bersama kami berlima.
Di meja tersebut, kami mengobrol ceria tentang banyak hal. Topik pernikahan 10 milyar Nia Ramadhani. Liburan Meity ke Bali dan Manado. Kupernya Yonathan. Profesor yang résé. Jurusan baru Meity. Beratnya ujian. Dan banyak hal lainnya. (Buat Widha, kami juga ngobrolin tentang dikau, hehehe). Ternyata ada dua warga Haferkampung yang menghampiri kami: Ucup dan Lia. Keduanya mendengar obrolan khas Indonesia yang ekspresif, keras, penuh tawa ngakak, dan tak penting. Basa-basi sejenak, keduanya lalu memilih tempat lain.
Seusai makan siang bersama, kami berpencar. Mba Novi pergi bersepeda menuju sebuah tempat perjanjian. Yonathan dan aku pergi ke kafetaria GW2 untuk mengerjakan thesis masing-masing. Natasha mengambil tas di NW1 sebelum bergabung bersama kami berdua di GW2. Meity pergi bekerja.
***
Di kafetaria GW2, kumulai thesis dengan membaca paper dan membuka source code program demi mencari rumus sakti. Ternyata paper tak kubawa, namun aku punya versi digitalnya. Yonathan nampaknya membaca paper juga. Tapi mengapa layar monitorku berisi berita "Susno"? Baru 5 paragraf berita tentang Indonesia, aku langsung ilfil. Aku sudah memutuskan ikatanku dengan Indonesia, jadinya aku sudah merasa "I don't belong to Indonesia anymore". Thesis jauh lebih penting.
Tak berapa lama kemudian Natasha singset datang membawa gosip. Cerita tentang seorang kawan Pakistan yang mendua (atau mentiga?). Orang ini memiliki teman "tandem with benefit", walau sudah punya pacar. Minggu lalu, kulihat dia berciuman di Kafetaria ini. Kali ini, Natasha dan Meity melihat dia berciuman di halte. Moto hidupku adalah "Tanpa gosip, dunia runtuh". Jadinya aku selalu tertarik mendengar gosip. Ujung dari gosip ini adalah mengapa aku tetap jomblo sedangkan teman Pakistan tadi bisa "menikmati masakan Jerman" walau udah punya pacar, hehehe. Selain itu, Natasha pun kamiceritakan tentang fans beratnya, yaitu teman kosku yang sekarang. Teman kosku lagi bertapa di kamarnya demi ujian yang sama dengan Natasha pada keesokan hari.
Bertiga di meja kafetaria, kami membangun mimpi kami. Yonathan menuntaskan project sembari memulai thesis. Natasha belajar Speech Processing II demi ujian esoknya. Aku berkutat dengan analisis data EEG dari kepalaku sendiri. Semuanya membawa harapan akan masa depan cerah seperti cuaca Bremen hari ini.
Memang asyik belajar bersama. Ketika satu ingin pergi, kawan lain menjaga laptop dari tangan jahil. Aku bisa ke toilet dengan tenang. Bisa membeli kopi. Berdiskusi mengenai signal processing atau beberapa aturan universitas. Kadang sedikit bergosip, karena tanpa gosip dunia runtuh. Juga break curhat.
Ada saat berjumpa, ada saat berpisah. Yonathan pergi duluan demi penuntasan project dan urusan administratif. Tinggal Natasha dan aku berdua. Kutumpahkan kegalauan hatiku dalam sepotong curhat padanya. Dia memberiku beberapa nasihat mengenai cinta. Aku memberinya sedikit (sangat sedikit) semangat untuk ujian besok. Dia mendukung kebulatan tekadku untuk menurunkan kartu truf dalam suatu permainan cinta. Kartu truf jangan ditahan-tahan. Setelah itu, kami berpisah di halte.
***
Strassenbahn 6 menderu menjauhi Uni. Indahnya musim semi. Hangatnya kawan-kawan. Semuanya menghanyutkanku bersama seluruh rasa syukur dalam jiwa. Aliran energi positif ini seirama dengan tekad bulatku untuk menyelesaikan permainan cinta yang nampaknya semakin buruk. Harus kubuka kartu itu segera sebelum terjadi bencana. Bukan masalah sukses atau gagal melainkan demi pembersihan jiwaku. Kira-kira tujuh bulan kuselami hatiku untuk menjawab pertanyaan benarkah dia wanita itu. Aku memang orang yang sulit jatuh cinta. Pintu hatiku terlalu kokoh. Mantra wanita ini berhasil membukanya. Perjalanan Strassenbahn membawku beberapa ingatan masa lalu yang ceria bersama wanita ini. Halte demi halte, memori demi memori.
Sampailah aku di halte tujuan. Kupergi ke bank mengambil uang. Tak lupa mengecek rekeningku yang menyedihkan. Bulan April bulan prihatin. Kutunggu gajiku yang datang di pertengahan bulan. Kemudian kupergi belanja pangan seminggu lalu pulang.
***
Semester ke-9, aku masih berstatus mahasiswa. Terlalu lama aku kuliah. Sedikit sesal memilih topik project yang salah. Berjuta syukur karena seluruh pengalaman dan segenap persahabatan. Ini hari pertama kuliah bagi mereka yang kuliah, sedangkan aku sudah cukup kuliah. Aku turut merasa solider bersama mereka yang membangun mimpi mereka menjadi sarjana. Hari pertama adalah hari indah untuk memeluk harapan dan mendendangkan impian.
Hari ini, seusai Paskah, perayaan penciptaan dunia, pembebasan orang Israel dari Mesir oleh Musa, dan kebangkitan Yesus Kristus, aku merasa tercipta menjadi Condro yang baru, terbebaskan dari rasa kuatir dan takut, serta penuh kebangkitan semangat untuk menggapai mimpi. Hari pertama kuliah Sommersemester 2010, kurasakan penuh energi positif mengalir
di badanku dan jiwaku.
Kutemukan jalanku sebagai seorang mahasiswa dan seorang pencinta. Thesis sebentar lagi kelar. Aku pun sudah siap menerima kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap pencinta. Hari yang indah ketika seorang anak manusia menemukan tujuan hidupnya dan menjalankan Dharmanya.
Tunggulah Condro baru yang akan muncul di Uni Bremen. Dia akan semakin dahsyat. Gelegar semangatnya akan terdengar hingga ke seluruh dunia. Dia akan segera menjadi 100% manusia dan 100% sarjana.