Udara cerah. Pemandangan biru berhiaskan awan yang seperti kapas menghiasi langit hari ini. Angin sepoi-sepoi mendendangkan lagu kerinduan akan musim semi. Mungkin ini akhir kekelaman musim dingin.
Perutku lapar merindukan makanan Mensa Uni Bremen. Mensa tutup jam 2 siang. Akupun berlari menuju halte bus. Tepat waktu! Bus no.25 yang datang pukul 13.26 tidak meninggalkanku. Akupun sampai di Hauptbahnhof Bremen pukul 13.30 untuk menantikan Strassenbahn no. 6 yang akan datang pukul 13.34. Inilah angkot terakhir yang mengantarkanku ke Mensa. Angkot ini akan tiba di halte dekat Mensa pukul 13.49, sehingga aku punya cukup waktu berjalan menuju Mensa sebelum tutup.
Namun ternyata, terjadi hal yang di luar dugaan. Sang Angkot (Strassenbahn) menabrak mobil polisi. Hal ini diakibatkan oleh dua hal
- Polisi yang memarkir mobil dengan tidak benar
- Sopir Strassenbahn yang kurang bisa memperhatikan dimensi kendaraan yang dikendarai, plus kemampuan mengerem.
OK, Strassenbahn tidak bisa mengerem mendadak. Sesuai prinsip momentum, kalau dia mengerem mendadak, penumpang di dalamnya bisa celaka karena berjatuhan. Dulu pernah ada orang-orang tua yang jatuh lalu patah tulang, serangan jantung, dll.
Dalam hatiku, aku berpikir mengapa polisi memarkir mobil di halte. Halte kan tempat manusia bukan tempat parkir. Polisi yang aneh. Mungkin ada gera'an memberantas pengemis seputar stasiun. Tapi parkir yang bener, dong!
Seperti biasa, kecelakaan ini menyebabkan TKP harus dibiarkan untuk difoto-foto. Supaya terkumpul bukti siapa yang salah (atau paling salah) ketika kecelakaan. Hasilnya adalah mahasiswa-mahasiswi kelaparan pada gagal ke Mensa. Selain itu, tiga Strassenbahn terblokir karena Strassenbahn tidak mungkin keluar dari rel. Hanya bus saja yang bisa berbelok.
Akupun segera pergi membeli mie vegetarian di Mai Mai dalam Hauptbahnhof Bremen. Harganya 2,5 euro. Lumayanlah. Menu vegetarian di Mensa berharga 3,1 euro. Mie tersebut kubawa.
Oh, ternyata investigasi berakhir. Makananku baru kutelan sesendok (segarpu, karena aku pakai garpu). Akupun segera masuk angkot. Sebetulnya makan dalam Strassenbahn dilarang namun apa boleh buat, Mensa pasti tutup dan mie sebaiknya dimakan selagi hangat. Aku juga merasa tak enak dengan pandangan mahasiswa-mahasiswi lain yang kelaparan dalam Strassenbahn.
Ternyata angkot ini tidak sampai Uni. Kamipun harus diturunkan di Riensberg, halte dekat kuburan. Untung makananku sudah kuhabiskan dalam perjalanan. Kami harus menunggu angkot berikutnya.
Sesampainya di Uni, dengan ditemani segelas kopi, kubuat tulisan kaga penting ini sebelum kulanjutkan dengan coding C++ untuk thesis.
***
BTW, kira-kira apa yang terjadi di Indonesia kalau ada angkot menabrak mobil polisi?
Biasanya sopir angkot mudah menonjok. Tapi kalau menabrak mobil polisi, masihkah sopir angkot menabrak menonjok polisi?
No comments:
Post a Comment