Thursday, March 31, 2016

Kuliah di Bremen, part 2

Jaman dulu, aku menulis tentang kuliah di Bremen, ketika aku masih bekerja di Nürnberg, Bayern. Tulisanku dulu adalah tentang kampus di Bremen dan kegiatan orang-orang Bremen. Kini aku kembali tinggal di Bremen, namun aku studi doktoral di Oldenburg, Niedersachsen. Banyak hal yang berubah di Bremen: orang-orangnya, aturan kuliah, dll.

***

Jurusan kuliahku dulu di Universität Bremen berganti nama, dari Information and Automation Engineering (IAE) menjadi  Control, Microelectronics, Microsystems (CMM), mulai 1 April besok (web resmi). Aku pun teringat kalau aku belum melakukan penyetaraan ijazah di Dikti. Kini jurusanku sudah "bubar".



Selain itu, lulusan Teknik Elektro ITB tidak bisa lagi mendaftar di jurusan tersebut: CMM Uni Bremen. Masalahnya karena Teknik Elektro ITB tidak terakreditasi di Anabin, suatu lembaga penyetaraan ijazah milik Pemerintah Jerman (web Anabin). Aku beruntung karena lulus ITB dan mendaftar ke Uni Bremen di waktu yang tepat. Adik kelasku terkena masalah akreditasi Anabin ini, jadi pendaftaran ke Uni Bremen ditolak tahun 2015 lalu. Masalah ini terjadi karena Dikti dan atase pendidikan Indonesia di Berlin tidak sistematis melakukan reakreditasi perguruan tinggi di Indonesia ke Anabin. Berat juga jadi Dikti, harus mengurus ribuan perguruan tinggi di Indonesia dan harus mengirim dokumen ke Anabin Jerman, supaya antar universitas bisa mudah pertukaran pelajar, studi lanjut, dll.

Aku hanya bisa berkomentar bahwa suatu sistem yang berhasil hanya karena keberuntungan, bukanlah suatu sistem yang kokoh. Makanya ilmuwan menghitung p-value dan chance level, dalam pekerjaan mereka untuk yakin apakah kerjaan mereka bermakna atau tidak.

***

Satu hal yang perlu kukoreksi dari tulisanku sebelumnya ialah kuliah di Bremen adalah kebijakan putra daerah (Landeskinder). Kini kebijakan ini dihapuskan. Jadinya kini tiada lagi uang kuliah (tuition fee / Studiengebühren) bagi mahasiswa/i yang kuliah di perguruan tinggi negeri di Bremen kalau mereka tinggal di luar negara bagian Bremen, seperti Hamburg atau Niedersachsen. Dulu kawanku yang tinggal di Hamburg harus meminjam nama alamatku di Bremen, supaya tidak bayar uang kuliah Uni Bremen. Kini, ada kawan yang tinggal di Achim, Niedersachsen, lalu kuliah di Hochschule Bremen, tanpa kena aturan uang kuliah non-putra daerah. Jadi kuliah gratis itu menjadi semakin nyata

***

Semakin banyak mahasiswa-mahasiswi di Bremen. Grup-grup masyarakat Indonesia di Bremen juga semakin kompleks:
  • Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), di Bremen, yang lebih banyak orang, jadi tiap tahun bisa bikin acara kebudayaan yang penuh warna dan massal secara swasembada. Dulu harus nambah penari dan pemain musik tradisional dari kota lain: Hannover atau Hamburg. Kini PPI Bremen sudah jadi organisasi rapi dan lincah serta mandiri.
  • Keluarga Muslim Indonesia Bremen e.V., dulu kusebut Pengajian Bremen. Kini sudah jadi organisasi terdaftar di Jerman (eingetragene Verein, disingkat e.V.). Kalau bayar amal, zakat, infaq, dan sedekah ke sini, bisa mendapat pengurangan pajak, karena sudah e.V.
    Kini, ada "Ngaji Ibu-ibu Bremen" dan Pengajian Remaja Bremen (PRB) untuk mengisi kebutuhan yang lebih spesifik.
  • Persatuan Kristen Indonesia (Perki) Bremen. Kegiatannya adalah kebaktian oikoumene dan pendalaman Alkitab.
  • Keluarga Mahasiswa Katolik Indonesia (KMKI) Bremen. Yang kini sudah bubar lagi. Tulisanku sebelumnya menyebutkan kalau mereka baru dibentuk. Usianya pendek juga. KMKI Bremen belum mandiri secara organisasi, masih tergantung KKI Bremen.
  • Keluarga Katolik Indonesia (KKI) Bremen. Tiap bulan Mei dan Oktober mengadakan Doa Rosario. Beruntunglah di Bremen, kalau lagi berdoa bersama di rumah keluarga tidak ada FPI dan organisasi semiripnya yang menggerebek.
  • Calon Doktor (Cator) Bremen. Kegiatannya adalah kumpul-kumpul mahasiswa doktoral dan kawan-kawan selingkaran.
  • Persatuan Wanita Indonesia (PWI) Bremen. Kegiatannya adalah arisan, dll.
  • Gowes Bareng Yuk, kelompok bersepeda bareng di Bremen. Kegiatannya tur sepeda antar kota di Bremen dan sekitarnya.
  • Gracioso Chamber Choir (GCC), yaitu kelompok paduan suara Indonesia di Bremen. 
  • Studenten-Bibelkreis Bremen, yaitu klub pendalaman Alkitab mahasiswa/i Bremen (dan sekitarnya) yang merasa Pendalaman Alkitab di Perki Bremen kurang intensif atau kurang greget.
  • Klub gamelan kini tinggal satu, yaitu di Übersee museum Bremen (web museum). Kalau tidak salah, nama klub ini adalah Arum Sih (web). Aku dulu ikut klub lain di Bremen jadi tidak terlalu tahu klub ini.
  • Ada grup mama baru Indonesia di Bremen. Lebih tepatnya grup untuk ibu yang memiliki anak bayi dan balita.
  • Juga ada grup Tempat Penitipan Anak.
  • Masih banyak grup lain di Bremen yang tidak berada dalam radarku.
Aku tidak tahu, cocoknya bergaul di grup mana. Aku sudah sulit bergaul dengan PPI Bremen karena mereka sangat muda, sedangkan aku si tua bangka. Aku masih bergaul dengan Perki Bremen, demi alasan historis romantis dan makanan enak. Sejak tiada Tabak Börse Bremen, aku tidak gabung lagi ke acara Idul Fitri dan Idul Adha bersama Pengajian Bremen, kini bernama Keluarga Muslim Indonesia Bremen e.V.. Aku juga mencoba bergaul dengan Cator Bremen, karena identitasku sebagai mahasiswa doktoral. Beberapa Cator Bremen adalah orang-orang yang kukenal sejak Bremen 1.0. Jadi kini lingkaran gaulku terbatas oleh alasan historis romantis saja. Aku sudah sulit berkenalan dengan orang baru dan mulai susah mengingat nama orang. Aku betul-betul sudah menua.

Tidak berapa lama lagi, angin Bremen bertiup. Akan ada kerjasama lebih erat antara Pemerintah daerah Bremen, Volkhochschule (VHS) Bremen, dan masyarakat Indonesia di Bremen. Semoga kerjasama ini bisa menyatukan orang Indonesia di Bremen lagi, paska "hilangnya" Tabak Börse.


***

Kini ada tiga toko Indonesia di Bremen. Sedangkan aku semenjak mengalami Bremen 2.0 belum pernah belanja di salah satu toko tersebut. Jadinya lokasi pasti ketiga toko tersebut tidak bisa kutulis di posting kali ini.

Vina Store di Am Brill sudah tidak menjadi toko Asia pilihan favorit di Bremen. Kini dekat Hauptbahnhof Bremen juga ada toko Asia lainnya. Aku jarang belanja di toko Asia, karena lidah dan perutku relatif sudah pasrah ter-jerman-kan.

Tempat makan legendaris di Bremen:
  • Tantuni, seperti sudah kusebut di tulisan sebelumnya.
  • Mommy, rumah makan Ibu Afrika, di daerah Bremen-Neustadt. Sambalnya enak tapi berbahaya (nikmat bibir yang bisa membawa pada siksa dubur). Sop kambing serasa gulai Indonesia. 
  • Ali Baba, tempat makan Dürum di Bremen-Neustadt. Tidak bisa dipakai nongkrong, karena kursi terbatas.
  • Sea Moon, rumah makan Asia di Bremen-Viertel. Makanannya variatif. Ada menu babat di sini.
  • Rumah Makan Surabaya, mengandung makanan Indonesia. 
  • dan masih banyak tempat makan lainnya, sesuai selera masing-masing.
Tempat makan di atas, adalah tempat di mana aku bisa berpapasan dengan orang Indonesia, secara kebetulan.

***

Tulisanku sebelumya (part 1), bisa dibaca di "Kuliah di Bremen" (wp) atau "Kuliah di Bremen" (blogger). Terima kasih, telah membaca.


Oldenburg dan Bremen, 31 Maret 2016

iscab.saptocondro

Thursday, February 19, 2015

Biaya hidup di Bremen tahun 2014

Sudah lama, aku tidak menulis tentang biaya hidup di Jerman. Tahun 2013, aku mengurus kepindahanku dari Nürnberg ke Bremen. Saat itu, aku sempat membayar sewa dua apartemen di dua kota. Aku juga sempat menumpang sementara di kawan. Jadi tahun 2013, bukanlah masa yang betul-betul stabil dalam mencatat biaya hidup. Sepertinya aku lebih mudah menggambarkan seperti apa biaya hidupku di tahun 2014, walau sedikit terkontaminasi dengan biaya hidup tahun 2015.

***

Biaya Bulanan:
  1. Bayar sewa Wohnung (apartemen) = 544 EUR 
  2. Air: Wasser als Nebenkosten = 23 EUR
  3. Listrik SWB = 85 EUR
  4. Iuran GEZ = 18 EUR 
  5. Iuran RT = 10 EUR 
  6. Internet + Telpon Rumah = 38 EUR 
  7. Internet + Telpon Genggam = 40 EUR 
  8. Asuransi kesehatan publik = 261 EUR 
  9. Langganan McFit = 20 EUR 
  10. Makan di Rumah = 80 EUR s.d. 100 EUR
  11. Makan di Luar = 80 EUR s.d. 150 EUR 
  12. Kebersihan = 40 EUR 
  13. Sandang = 20 EUR 

Per bulan, aku harus menyediakan 1259 EUR s.d. 1349 EUR

***

Biaya Semesteran:
  1. Semesterbeitrag = 315 EUR

Per semester, aku harus menyediakan 315 EUR.
Kalau dibulatkan jadi per bulan, jadinya 52 EUR.

***

Biaya Tahunan:
  1. Perpanjangan visa = 90 EUR 
  2. Perabotan = 50 EUR s.d. 250 EUR 
  3. Jalan-jalan dengan kereta DB = 300 s.d. 500 EUR
  4. Bahncard 50 = 255 EUR 
  5. Jalan-jalan dengan pesawat = 0 EUR s.d. 1000 EUR 

Per tahun, aku harus menyediakan 695 EUR s.d. 2095 EUR
Kalau dibulatkan jadi per bulan, jadinya 58 EUR s.d. 175 EUR

***

Oh, ya, ada biaya lagi, yaitu asuransi waspada alias Haftpflichtversicherung. Sementara ini, aku membayar 80 EUR per tahun.
Kalau dibulatkan per bulan, jadinya 7 EUR.

Aku ingin mengganti asuransi ini dengan perusahaan lain yang lebih melindungiku, terutama dari kehilangan kunci. Per bulan kira-kira 27 EUR.

Pada masa transisi, aku harus membayar keduanya. Jadi per bulan, aku harus menyediakan 34 EUR.

***

Setelah dihitung-hitung, semua biaya di atas, per bulan aku harus menyiapkan 1403 EUR s.d. 1610 EUR.

***

Penjelasan biaya hidup:
  1. Aku menyewa apartemen 2 kamar, yang "furnished" atau "mobiliert" (ada perabotan), di daerah yang "convenient" (dekat toserba dan halte angkot), jadi harga sewa lumayan mahal. Tapi bagaimana pun juga sewa kamar di Bremen juga mengalami peningkatan harga. Untuk meredakan kegalauan biaya sewa, aku pun menyewakan satu kamar kepada student lain.
  2. Menambah satu orang di apartemen ternyata membuatku harus menambah bayar iuran air per bulan.
  3. Seperti kata Bang Rhoma Irama tentang begadang, tagihan listrik per bulan jadinya 80-an EUR, bukan 50-an EUR. 
  4. GEZ adalah iuran yang harus dibayarkan setiap kepala rumah tangga untuk setiap peralatan komunikasi yang mengeluarkan gelombang elektromagnet: TV, radio, WiFi, Bluetooth, walkie talkie, dll (web Rundfunkbeitrag, wiki: en,de). Di Indonesia dulu pernah ada iuran TV, untuk menghidupi TVRI yang tanpa iklan. Di Jerman, GEZ dipakai untuk membiayai stasiun TV publik (ARD dan ZDF), dan radio publik. Jadi orang Jerman bisa menikmati Piala Eropa dan Piala Dunia di televisi milik publik.
  5. Iuran RT adalah iuran bersama untuk beli tissue toilet, alat kebersihan, sabun cuci piring, beras, telur, dll untuk dipakai bersama roomie (Mitbewohner/-In).
  6. Internet dan telpon rumah: aku menggunakan kabel DSL dari Telekom. Ada tetangga yang ikut sharing biaya ini, jadi sedikit ringan bebanku untuk sementara.
  7. Internet dan telpon genggam: aku menggunakan smartphone sejak 2012, dan aku berlangganan Telefonica O2 hingga HSPA plus. Waktu itu, di Jerman, LTE belum ada di semua kota. Jika smartphone milikku sudah rusak parah setewas-tewasnya, mungkin aku bakal ganti kontrak dan ganti smartphone untuk LTE, LTE-Advanced (4G), atau bahkan 5G.
  8. Asuransi kesehatan publik (gesetzliche Krankenversicherung) lumayan mahal, kalau lajang dan tidak bekerja. Aku mendapat beasiswa, bukan kontrak kerja, jadinya aku harus membayar penuh. Kalau bekerja, setengah dibayar pemberi kerja dan setengahnya kubayar sebagai penerima kerja, dan langsung motong gaji. Jadi take-home pay, sudah bisa kunikmati tanpa harus mikir askes. Kalau menikah, dengan iuran askes yang kira-kira sama, seluruh anggota keluarga dilindungi. Kalau lajang tanpa anak, dengan iuran tersebut hanya satu saja yang terlindungi, yaitu aku. Keuntungan askes publik adalah tinggal gesek kartu, bisa dapat layanan kesehatan. Dulu sewaktu menggunakan askes swasta, aku harus membayar dulu dan menunggu reimbursement bulan berikutnya. Kena flu saja habis 120 EUR. Teman yang cabut gigi kena 300 EUR. Oh, ya, kalau ibu hamil dan melahirkan itu biaya totalnya ribuan EUR.
  9. McFit itu tempat fitness murah. Aku berlangganan beginian karena ulah kawanku yang impulsif. Aku menemaninya fitness untuk kemudian ditinggalkannya. Kini aku kesepian jika harus pergi fitness sendiri. Tapi aku harus memotivasi diriku di tahun 2015, tahun olahraga. Kalau seminggu sekali fitness, berarti aku keluar 5 EUR per minggu. Kalau tidak, aku cuma buang-buang uang.
  10. Kalau melihat kuitansi belanja untuk mengisi kulkas, sebetulnya per minggu, biayanya sekitar 16 s.d. 18 EUR. Kubulatkan jadi 80 EUR per minggu minimal. Kata orang logistik, kurangi residu untuk menjadi efisien. Aku hanya belanja barang yang kukonsumsi rutin dan sebisa mungkin tidak membiarkan barang kadaluarsa. Jadi "marginal utility" kumanfaatkan dengan optimal. Sebetulnya biaya makan di rumah bisa dihemat lagi, tapi buat apa. Nikmati makanan bergizi selagi masih ada kesempatan. Kesehatan itu penting. Barulah saat masa-masa gawat, dihemat secara ekstrem.
  11. Aku juga makan di luar rumah: kantin, Mensa, kopi, dan kadang untuk ikut acara ngumpul bersama rekan PhD di Oldenburg maupun di Bremen. Bisa saja aku menghemat makan di luar tapi untuk saat ini, waktu jauh lebih berharga daripada uang. Mungkin di masa-masa gawat keadaan ini berbalik. Selain itu, menikmati kebersamaan bersama kawan-kawan juga perlu untuk keseimbangan jiwa. Sekali makan siang di Mensa (kantin universitas), kukeluarkan antara 2 EUR hingga 4 EUR. Segelas kopi seharga 90 sen. Makan hura-hura bersama kawan di restoran bisa menghabiskan 4 EUR hingga 12 EUR. Nonton di bioskop butuh 7 EUR hingga 12 EUR.
  12. Biaya kebersihan adalah biaya membeli sabun mandi, pasta gigi, shampoo, deterjen untuk pakaian, dll, serta biaya mencuci pakaian di Wasch-Center. Kuperkirakan ini menghabiskan 40 EUR per bulan.
  13. Biaya sandang adalah biaya membeli baju, celana, pakaian dalam, asesori, sepatu, dll. Walau aku berasal dari Bandung, kota fashion dan kota tekstil, aku termasuk orang yang jarang belanja sandang. Bahkan beberapa pakaianku pemberian orang atau perusahaan atau organisasi. Tapi bagaimana pun juga aku harus menganggarkan belanja sandang tiap bulan. Untuk sementara, 20 EUR termasuk realistis.
  14. Semesterbeitrag itu uang yang harus kubayar kepada universitas untuk Semesterticket (tiket transportasi untuk mahasiswa), jaringan internet kampus, iuran organisasi mahasiswa, perpustakaan, fasilitas olahraga, bengkel kampus, dll. Sebetulnya aku membayar lebih murah daripada yang kusebut di atas, karena ada potongan.
  15. Tiap tahun kadang orang membayar biaya untuk perpanjangan visa. Kadang tiap dua tahun, tergantung kondisi. 
  16. Tiap tahun kadang aku membeli perabotan: alat masak, keset, alat tulis, dll.
  17. Karena aku sudah berlangganan Bahncard 50, aku harus jalan-jalan dengan kereta. Jadi aku menganggarkan biaya jalan-jalan keliling Jerman dengan kereta Deutsche Bahn.
  18. Ada kalanya aku harus pergi ke Indonesia untuk mudik atau pergi ke negara tetangga di Eropa untuk tapa mlaku, seperti pepatah "Travelling tresno jalaran soko kulino". Jadi aku menganggarkan biaya perjalanan pesawat.
  19. Jerman punya banyak skema asuransi, yang sulit kusebutkan satu per satu. Bahkan aku pun masih pusing dengan beda-bedanya, karena harus membaca kontraknya dan juga baca wikipedia serta kamus untuk mengerti. 


***

Selain biaya di atas, aku juga membayar pensiun dan reksa dana. Akan tetapi, karena ini tidak bisa disebut sebagai biaya hidup, tetapi lebih cocok disebut sebagai menabung atau investasi, jadinya tidak kumasukkan ke perhitungan ini. Ada kemungkinan pula, aku harus menarik dana ini di masa-masa sulit yang mungkin datang tahun depan, ketika beasiswa dari Niedersachsen berhenti.

***

Seri biaya hidup di Jerman, bisa dibaca dari tulisanku yang lainnya:
Dari semua biaya hidupku, yang terasa mahal itu biaya tempat tinggal dan biaya (jaminan) kesehatan. Sebetulnya baik Jerman maupun Indonesia, komponen biaya tempat tinggal dan kesehatan itu yang paling mencekik, apalagi kalau kamu rakyat miskin.


Bremen, 19 Februari 2015

iscab.saptocondro

Kicauan Valentine di Bremen

Setelah menulis tentang Bloody Valentine: Cinta Berdarah, tanpa sengaja aku melihat burungku berkicau tentang Valentine. Ternyata aku hanya berkicau tentang Hari Cinta Kasih itu ketika aku sedang berada di Bremen, hanya di Bremen 1.0 dan Bremen 2.0. Selama di Nürnberg, Bayern, aku tak pernah berkicau tentang Hari Kasih Sayang ini. Apakah Bremen itu tanah galau? Apakah selama di Bayern yang kupikirkan hanya "kerja, kerja, kerja" sehingga aku tak punya cinta? Arbeit! Arbeit! Arbeit!

Lange Rede kurzer Sinn, di bawah ini kicauanku tentang Valentine selama di Bremen.

***

Bremen 2.0: masa-masa di Bremen dari 15 Desember 2012 hingga kini

















***

Bremen 1.0: masa-masa di Bremen dari 1 April 2006 hingga 31 Juli 2011.









***

Andai dulu Twitter sudah ditemukan, mungkin lebih banyak kicauan cinta dari masa-masa hidupku di Bandung, kota yang romantis. Angin malam kota Bandung menghembuskan kerinduan akan pelukan kekasih, sedangkan angin kota Bremen menggerakkan kincir angin untuk bekerja penuh energi. Kerja! Kerja! Kerja!


Bremen, 18-19 Februari 2015

iscab.saptocondro

Sunday, April 20, 2014

Menyambut Paskah 2014, beda Bremen dan Bandung


Hari ini Paskah. Sebelumnya ada lima hari Minggu Prapaskah dan 40 hari pantang. Aku ingin berpantang daging. Akan tetapi ternyata tidak sanggup karena ada kegiatan yang membutuhkan lembur dan dinas. Saat itulah aku membutuhkan protein dan lemak hewani. Selama masa Prapaskah ini pula, aku menghapus aplikasi jejaring sosial pada perangkat genggamku. Setelah Paskah juga, aku tidak akan menginstall ulang para aplikasi tersebut sebelum aku memiliki kemajuan yang berarti dalam kegiatan penelitianku.

Aku tertarik dengan tema masa Prapaskah yang ada di Gereja St. Johann Bremen dan yang ada di Gereja Mahasiswa (GEMA) Bandung. Kedua tema memiliki inti yang mirip, terutama tentang Gereja Katolik yang harus memiliki peran sosial dalam masyarakat, dan tidak hanya berpusat pada dirinya sendiri.

Seharusnya aku membuat posting tentang ini pada awal masa Prapaskah, bukan pada akhir Prapaskah seperti sekarang. Tapi baru kali ini aku merasa ada sedikit waktu.

***

Tema Paskah di St. Johann Bremen, Jerman, diambil dari Evangelii Gaudium, suatu himbauan apostolik (apostolic exhortation) yang dikeluarkan Paus Fransiskus pada Selasa Wage, 26 November 2013. Evangelii Gaudium artinya Suka Cita Injil, atau The Joy of Gospel, atau Freude des Evangeliums (wiki: en,de). Tulisan panjangnya bisa dibaca di laman resmi Vatikan: dalam bahasa Inggris atau Jerman. Rangkuman dalam bahasa Indonesia bisa dibaca dari tulisan Pastor Prof Dr B.S. Mardiatmadja SJ tentang Evangelii Gaudium di majalah Hidup, edisi 50, tanggal 15 Desember 2013.


Tema Prapaskah 2014 di St. Johann, Bremen, Jerman



"Brechen wir auf, um allen das Leben anzubieten!"
"Mari kita mulai bergerak untuk mempersembahkan Sang Kehidupan bagi semua orang!"
"Let us go forth to offer everyone the Life!"
(Evangelii Gaudium 49)


1. "Ich will keine Kirche, die darum besorgt ist, der Mittelpunkt zu sein." Alte und neue Versuchungen.
"Aku tak ingin Gereja yang hanya memusatkan pada dirinya saja." Cobaan lama dan baru.
"I do not want a Church concerned with being at the centre." Old and new temptations.
(Evangelii Gaudium 49)


2. "Wir können nicht passiv abwartend in unserem Kirchenräumen sitzen bleiben!". Aufbrechen.
"Kita tidak bisa pasif menunggu dalam ruang gereja". Bergerak!
"We cannot passively and calmly wait in our church buildings". Going forth.
(Evangelii Gaudium 15)


3. "... in enem beständigen Aufbruch zu den Peripherien". Grenzen ausloten und überschreiten.
"Terus bergerak ke pinggiran." Berlayar menembus batas.
"... in constantly going forth to the outskirts of its own territory". Exploring and crossing boundaries.
(Evangelii Gaudium 30)


4. "Die langweiligen Schablonen durchbrechen, die IHN gefangen halten." Neu sehen lernen.
"Membuat terobosan kreatif, untuk mendekatkan diri dengan-Nya". Belajar melihat pandangan baru.
"Break through the dull categories with which we would enclose Him". Learning new vision.
(Evangelii Gaudium 11)


5. "Es ist aber auch gewiss, dass mitten in der Dunkelheit etwas neues aufkeimt." Kämpfen für das Leben.
"Akan tetapi kita tahu bahwa di tengah kegelapan, sesuatu yang baru bertumbuh." Berjuang untuk hidup.
"But it is also true that in the midst of darkness something new always springs to life". Struggling for the Life.
(Evangelii Gaudium 276)

***

Di GEMA Bandung, tema Prapaskah 2014 berhubungan dengan tahun politik di Indonesia. Di tahun ini, ada rangkaian Pemilu: pemilihan legislatif di bulan April dan pemilihan Presiden di bulan Juli (dan September). Umat Katolik Indonesia diajak untuk terlibat dalam kegiatan yang menentukan masa depan bangsa untuk setidaknya 5 tahun ke depan. Gereja Katolik Indonesia harus memiliki peran sosial dalam masyarakat Indonesia.


Tema Prapaskah 2014, Gereja Mahasiswa (GEMA) Bandung, Indonesia


Akur ka Batur Sakujur. (Berdamai dengan diri sendiri)

Akur ka Batur Sakasur. (Rukun dengan keluarga)

Akur ka Batur Sadapur. (Bersatu dalam Gereja)

Akur ka Batur Sasumur. (Akur bersama masyarakat)

Akur ka Batur Salembur. (Bhinneka Tunggal Ika)

***

Selamat Paskah 2014!

Lumen Christi, Deo Gratias!
Kristus Cahaya Dunia, Syukur kepada Allah!


Bremen, 20 April 2014

iscab.saptocondro

Sunday, March 9, 2014

Evolusi Logo PPI Bremen

PPI Bremen sebagai organisasi yang hidup berevolusi seiring dengan pergantian generasi dari waktu ke waktu. Sebagian sifat dari generasi sebelumnya berubah ketika diturunkan pada generasi berikutnya. Hanya sifat yang sesuai kondisi zaman  yang sintas (survival of the fittest). Salah satu pertanda evolusi pada PPI Bremen adalah evolusi pada logo. Jadi tulisanku kali ini adalah tentang logo.

Logo suatu organisasi menggambarkan semangat yang diperjuangkan para anggotanya. Dari logo, kita bisa merasakan gairah penciptanya. Logo menyimbolkan ciri khas suatu organisasi berdasarkan identitas anggota, kondisi geografis tempat organisasi berada dan semangat zaman (Zeitgeist). Pergantian logo menggambarkan perubahan generasi.

Mari kita lihat perkembangan logo PPI Bremen.

***

Logo PPI Bremen, sejak 2014

Logo PPI Bremen, karya Rizal Fadillah, 2014


Sejak 2014, PPI Bremen menggunakan logo dengan tulisan "PPI" berwarna hitam dan "Bremen" berwarna hijau, dengan latar belakang putih. Warna hijau dan putih adalah juga warna tim sepakbola Werder Bremen (wiki: en,de,id). Sejak 2003, ada lagu "Lebenslang Grün-Weiss" untuk Werder Bremen, yang artinya "Selamanya Hijau dan Putih". Selain tulisan, ada gambar siluet 4 hewan yang bernama "Die Bremer Stadtmusikanten" atau "The Town Musician of Bremen" (wiki: de,en). Keempat hewan adalah keledai, anjing, kucing dan ayam jantan. Di Bremen, patung keempat hewan berada tepat di sebelah Alte Rathaus (Balai Kota Lama). Logo PPI Bremen ini karya Rizal Fadillah (fb,tw,tumblr).

Video "Weder Bremen, Lebenslang Grün-Weiss" bisa dilihat di youtube.
Entah kenapa, screenshot videonya dipilih yang menit segitu.

***

Logo PPI Bremen, tahun 2007 s.d. 2013

Logo PPI Bremen, Tim Designer, 2007


Antara tahun 2007 dan 2013, logo PPI Bremen menggunakan tulisan "PPI" berwarna bendera Jerman (Hitam, Merah dan Emas) dan tulisan "Bremen" berwarna biru. Gambar siluet "Die Bremer Stadtmusikanten" ditaruh di huruf 'I' pada "PPI". Huruf 'P' yang merah dan latar belakang berwarna putih juga melambangkan bendera Merah Putih Indonesia. Aku lupa, logo ini dibuat oleh siapa. Aku duga dibuat oleh Vita Amanda (fb,) dan Ilham Nirwan alias Coy (fb,wiki: id). Yang jelas, Ilham berkata bahwa logo PPI Bremen selalu dibuat oleh tim.

Menurut teori evolusi, karakteristik yang diturunkan dari logo 2007 ke logo 2014 adalah tulisan "PPI Bremen" dan siluet "Die Bremer Stadtmusikanten", sedangkan warna, ukuran huruf, letak komponen, dll mengalami mutasi. Warna bendera Jerman bermutasi menjadi warna Werder Bremen. Sesuatu nilai yang bersifat nasional menjadi lebih lokal. Semangat kedaerahan muncul, ketika jumlah pelajar Indonesia di Bremen semakin meningkat. PPI Bremen semakin bisa melakukan kegiatan secara mandiri dan tidak bergantung dengan PPI Jerman dan PPI tetangga.

***

Logo PPI Bremen sebelum 2007

Logo PPI Bremen, Dendy Asrari dan Ilham Nirwan,  2005


Sebelum Oktober 2006, PPI Bremen belum ada. Yang ada itu milis PPI Bremen. Sebelum ada milis, ada juga istilah "Rukun Tetangga (RT) Bremen". Intinya sih, makan gak makan asal ngumpul. PPI Bremen dirintis oleh anggota milis yang kopi darat juga sambil makan-makan.

Logo PPI Bremen, tahun 2005, menggunakan tulisan "Bremen" berwarna hitam, tulisan "PPi" yang mengandung unsur bendera Jerman (Hitam, Merah, Emas) dengan urutan yang tidak pas dan logo PPI Jerman sebelah kiri. Huruf "i" yang merah dengan latar belakang putih juga melambangkan Bendera Merah Putih Indonesia.

Logo ini dibuat oleh Dendy Asrari (fb), mulai tahun 2005, dibantu teman-kos-nya: Ilham Nirwan. Logo ini sudah melalui tahap peer-review di milis PPI Bremen, nyaris 2 tahun. Paper ilmiah IEEE Transaction dan Elsevier memilki tahap peer-review dengan rata-rata 6 bulan. Akan tetapi, logo ini butuh 2 tahun, jadi logo ini sungguh teruji. OK, lebih tepatnya, anggota milis PPI Bremen pada komat-kamit dalam menentukan lokasi gambar, warna yang dipilih, ukuran font dan gambar, dll.

Berdasarkan teori evolusi, yang diturunkan dari logo 2005 kepada 2007 adalah unsur warna bendera Jerman dan Indonesia serta tulisan "Bremen" dan "PPI" atau "PPi". Huruf 'i' bermutasi menjadi 'I'. Ukuran dan bentuk font juga mengalami mutasi. Logo PPI Jerman tidak sintas (survive) diturunkan kepada generasi selanjutnya. Logo ini digantikan dengan "Die Bremer Stadtmusikanten". Unsur kemahasiswaan PPI Jerman, yang melambangkan hubungan internasional Jerman-Indonesia digantikan unsur lokal Bremen, yaitu keempat hewan. Jerman dan Indonesia hanya digambarkan dengan warna dan tulisan "PPI" pada logo 2007. Pendiri PPI Bremen adalah tokoh-tokoh yang menginginkan independensi dari PPI Jerman, yang waktu itu redup. Semangat zaman (Zeitgeist) saat itu adalah otonomi PPI lokal dan bukan kontrol dari PPI Jerman yang terpusat.

***

Berikut ini, logo PPI Jerman yang mendasari logo PPI Bremen 2005. PPI Jerman adalah akar dari PPI Bremen.

Logo PPI Jerman

Pada gambar di atas, terdapat warna Hitam-Merah-Emas pada Bendera Jerman serta Merah Putih pada Bendera Indonesia. Sebelah kiri, ada logo PPI Jerman. Huruf "P" pada logo dibuat simetris dan huruf "I" dibuat dengan gambar obor. Aku tidak tahu penjelasan resminya. Akan tetapi, obor biasanya menggambarkan semangat yang berkobar atau terang ilmu pengetahuan.

Logo PPI Jerman, 2013


Di tahun 2006, logo PPI Jerman dianggap tidak senonoh atau berbau pornografi, jadinya ada usul untuk diubah. Akan tetapi hingga kini, PPI Jerman tetap menggunakan logonya. Beberapa PPI lokal, seperti PPI Bremen, menghilangkan logo PPI Jerman dan mendesain logo sendiri sesuai identitas lokal. PPI Jerman tidak memiliki kontrol atas PPI kota di bawahnya.

Tahun 2005, PPI Jerman meredup. Milis PPI Jerman ada. Akan tetapi pengurusnya tidak ada, sehingga harus direvitalisasi di akhir tahun 2006. Sulit untuk membuat PPI Jerman seperti tahun 70-an dan 80-an. Serangkaian kasus penyalahgunaan kekuasaan pengurus dan pelarian uang organisasi di tahun 90-an membuat PPI Jerman ditinggalkan. PPI lokal lebih menarik, walaupun beberapa PPI lokal  di Jerman juga menyalahgunakan uang dan kekuasaan.

Lalu krisis Indonesia tahun 1998  dan perubahan sistem pendidikan tinggi di Jerman dari tahun 1999 hingga 2010 membuat kultur mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang berbeda. Kelahiran Friendster (2002) dan Facebook (2004) serta media sosial lain juga membuat organisasi pelajar di Indonesia bergerak dengan cara yang baru. Di zaman sekarang, smartphone dengan aplikasinya membuat anggota PPI berkomunikasi dengan cara lain.

Sistem organisasi pelajar di Jerman saat ini masih mampu mengelola event kesenian dan olahraga dalam bentuk yang massal dan lancar. Namun ketika berhadapan dengan kegiatan konferensi ilmiah dan kegiatan politik Jerman-Indonesia serta perlindungan hak pelajar Indonesia, organisasi pelajar di Jerman saat ini masih gagap. Zaman Habibie masih jadi mahasiswa di Jerman dan  zaman sekarang memiliki tantangan berbeda.

Apa pun yang terjadi, semoga organisasi seperti PPI Bremen maupun PPI Jerman bisa menjawab tantangan zaman. Sesuai teori evolusi Darwinian, hanya mereka yang sesuai (fit) dengan keadaan lingkungannya yang akan sintas dalam seleksi alam.


Bremen, 9 Maret 2014

Monday, December 23, 2013

Setahun di Bremen 2.0

Ternyata sudah setahun aku berada di Bremen 2.0. Kusebut versi 2.0, karena dulu aku pernah hidup dan kuliah di Bremen untuk kemudian bekerja sejenak di Bayern. Aku mulai bekerja di Bremen 17 Desember 2012 dan berhenti di akhir Mei 2013. Lalu menjalani masa-masa pencarian kerja (baca: pengangguran), hingga awal September 2013, aku mulai mengerjakan kegiatan doktoral di kota tetangga Bremen, yaitu Oldenburg.



Di Bremen ini pula, aku telah menyelesaikan pelaporan pajak, seperti yang kurencanakan tahun lalu. Laporan pajak ini cukup rumit karena harus melengkapi dokumen ini-itu dari berbagai instansi. Aku menggunakan konsultan pajak (Steuerberater) dari Arbeitnehmerkammer Bremen. Aku membayar 10 EUR untuk laporan pajak tahun 2011 dan 10 EUR lagi untuk 2012. Jadi total biaya konsultasi 20 EUR. Untuk tahun depan, aku masih bisa menggunakan jasa Arbeitnehmerkammer Bremen untuk laporan pajak 2013. Sesudah itu, aku harus melaporkan pajak sendiri tanpa konsultan. Aku akan menggunakan Elster untuk urusan ini.



Di Bremen 2.0, aku juga gagal bersosialisasi. Masing-masing memiliki kesibukan berbeda. Sulit juga mengharmoniskan jadwal bertemu dengan kawan-kawan lama di Bremen. Akibatnya ketika aku pindahan, tiada kawan yang membantu walau tangan berdarah-darah. Banyak orang baru di Bremen dan karena aku introvert, aku sulit berkenalan dengan mereka. Selain itu, aku sudah tua dan mereka rata-rata masih muda. Orang-orang yang bisa menjembataniku dengan kaum muda sulit kutemui. Kegiatan PPI Bremen juga sepertinya mati tahun ini. Pengurus PPI Bremen sama sekali tidak bisa mengakses kaum muda dan acaranya. Aku lumayan terisolasi tahun ini dan sulit berkenalan dengan orang baru.

Tahun ini juga di Bremen, bukan waktu dan tempat yang cocok untuk mencari jodoh. Aku masih sibuk dengan urusan kerja (dan karir). Aku belum punya karir. Jadi kalau ada yang bilang kalau aku sudah mapan, rasanya aku ingin menonjoknya. Apalagi kalau bilang, kalau aku mapan dan saatnya mencari jodoh, aku ingin menonjoknya lalu menendangnya. Intinya aku sedang disibukkan dengan pencarian jati diri. Aku masih meraba-raba di mana tempatku di dunia kerja dan ingin jadi apa aku. Aku tidak mau melibatkan diri dalam kompetisi pencarian jodoh yang melelahkan. Dulu aku harus berkompetisi tingkat tinggi untuk mendapatkan mantanku yang cantik. (Suruh siapa cari jodoh harus cantik, ya?)

Aku tidak dapat kerja, karir, dan cinta di Bremen. Kini aku menjadi mahasiswa doktoral di Oldenburg. Mungkin kota ini lebih menjanjikan? Aku tak tahu. Sekarang aku tinggal di Bremen dan berkarya di Oldenburg. Aku menjadi komuter antara kedua kota ini. Aku juga belum tahu apakah tahun depan, aku akan pindah ke Oldenburg. Beberapa rekan kerja dan rekan studi tinggal juga berkomuter antara dua kota ini. Kemungkinan besar aku akan tetap tinggal di Bremen selama 3 tahun. Aku malas pindahan.

Aku ingin bersyukur atas satu tahun di Bremen ini. Semoga angin Bremen membawaku ke taman harapan. Di sana aku akan menari dan bernyanyi dalam alunan puji syukur kepada Sang Pencipta.


Bremen, 23 Desember 2013

iscab.saptocondro

Monday, November 18, 2013

Akhir pekan di pertengahan November 2013

Akhir pekan lalu di Bremen, aku ingin pergi ke gereja St. Johann di Bremen lalu makan-makan bersama kawan-kawan Perki Bremen. Akan tetapi bukan itu yang terjadi di akhir pekan lalu.

Selain ingin makan enak di Perki Bremen di hari Minggu, aku juga ingin ikut rapat Natal Perki Bremen. Aku kebagian seksi konsumsi. Akan tetapi bukan itu yang terjadi di akhir pekan lalu.

Pada hari Sabtu, aku ingin makan-makan bersama  beberapa mahasiswi doktoral. Aku ingin merasakan menu all-you-can-eat, di suatu warung bakso di Bremen. Sekalian berkenalan dan berdiskusi. Akan tetapi bukan itu yang terjadi di akhir pekan lalu.

Pada hari Jumat malam, aku pergi ke acara Indian Culture Night di ESG Bremen. Makanannya enak, bahkan sampai nambah. Aku berkenalan dengan mahasiswi cantik tinggi dari Toulouse Perancis yang belajar ekologi dan mahasiswi cantik keriting Bremen yang belajar psikologi. Ingin bisa melanjutkan party bersama salah satu dari mereka. Good boys go to heaven but I wanna be taken anywhere. Akan tetapi bukan itu yang terjadi di akhir pekan lalu.

Pada acara kebudayaan India tersebut, seperti biasa di akhir acara ada World Party. Lagu-lagu dugem Punjabi yang memiliki "beat" yang sesuai jiwaku. Loncat-loncat, tarian Bangra, dll. Aku pun bergembira bersama mahasiswa-mahasiswi India. Beberapa mahasiswi India bergoyang dengan temperamen energik. Sebagai  seorang "dance aficionado", aku suka klepek-klepek sama cewek yang menari energik dan sporty. Buatku tarian Punjabi, Afrika, maupun Amerika Latin memiliki temperamen yang asyik dan penuh gairah. Aku berharap bisa dugem lama bersama mereka, menikmati musik Punjabi. Akan tetapi bukan itu yang terjadi di akhir pekan lalu.

Yang terjadi di akhir pekan lalu adalah seorang Dukun Kuncen kehilangan kuncinya. Akhir pekan yang indah, dan penuh rencana, menjadi rusak. Ketika aku merogoh isi celanaku, bukan dalam rangka hal-hal mesum dan maksiat, aku menemukan sesuatu yang hampa atau nihil. Inilah awal dari kisah Dukun Kuncen kehilangan kunci.


Bremen, 18 November 2013

iscab.saptocondro