Friday, February 26, 2010

Angkot dan mobil polisi

Hari ini, Jumat, 26 Februari 2010.

Udara cerah. Pemandangan biru berhiaskan awan yang seperti kapas menghiasi langit hari ini. Angin sepoi-sepoi mendendangkan lagu kerinduan akan musim semi. Mungkin ini akhir kekelaman musim dingin.

Perutku lapar merindukan makanan Mensa Uni Bremen. Mensa tutup jam 2 siang. Akupun berlari menuju halte bus. Tepat waktu! Bus no.25 yang datang pukul 13.26 tidak meninggalkanku. Akupun sampai di Hauptbahnhof Bremen pukul 13.30 untuk menantikan Strassenbahn no. 6 yang akan datang pukul 13.34. Inilah angkot terakhir yang mengantarkanku ke Mensa. Angkot ini akan tiba di halte dekat Mensa pukul 13.49, sehingga aku punya cukup waktu berjalan menuju Mensa sebelum tutup.

Namun ternyata, terjadi hal yang di luar dugaan. Sang Angkot (Strassenbahn) menabrak mobil polisi. Hal ini diakibatkan oleh dua hal
  1. Polisi yang memarkir mobil dengan tidak benar
  2. Sopir Strassenbahn yang kurang bisa memperhatikan dimensi kendaraan yang dikendarai, plus kemampuan mengerem.
OK, Strassenbahn tidak bisa mengerem mendadak. Sesuai prinsip momentum, kalau dia mengerem mendadak, penumpang di dalamnya bisa celaka karena berjatuhan. Dulu pernah ada orang-orang tua yang jatuh lalu patah tulang, serangan jantung, dll.

Dalam hatiku, aku berpikir mengapa polisi memarkir mobil di halte. Halte kan tempat manusia bukan tempat parkir. Polisi yang aneh. Mungkin ada gera'an memberantas pengemis seputar stasiun. Tapi parkir yang bener, dong!

Seperti biasa, kecelakaan ini menyebabkan TKP harus dibiarkan untuk difoto-foto. Supaya terkumpul bukti siapa yang salah (atau paling salah) ketika kecelakaan. Hasilnya adalah mahasiswa-mahasiswi kelaparan pada gagal ke Mensa. Selain itu, tiga Strassenbahn terblokir karena Strassenbahn tidak mungkin keluar dari rel. Hanya bus saja yang bisa berbelok.

Akupun segera pergi membeli mie vegetarian di Mai Mai dalam Hauptbahnhof Bremen. Harganya 2,5 euro. Lumayanlah. Menu vegetarian di Mensa berharga 3,1 euro. Mie tersebut kubawa.

Oh, ternyata investigasi berakhir. Makananku baru kutelan sesendok (segarpu, karena aku pakai garpu). Akupun segera masuk angkot. Sebetulnya makan dalam Strassenbahn dilarang namun apa boleh buat, Mensa pasti tutup dan mie sebaiknya dimakan selagi hangat. Aku juga merasa tak enak dengan pandangan mahasiswa-mahasiswi lain yang kelaparan dalam Strassenbahn.

Ternyata angkot ini tidak sampai Uni. Kamipun harus diturunkan di Riensberg, halte dekat kuburan. Untung makananku sudah kuhabiskan dalam perjalanan. Kami harus menunggu angkot berikutnya.

Sesampainya di Uni, dengan ditemani segelas kopi, kubuat tulisan kaga penting ini sebelum kulanjutkan dengan coding C++ untuk thesis.

***

BTW, kira-kira apa yang terjadi di Indonesia kalau ada angkot menabrak mobil polisi?
Biasanya sopir angkot mudah menonjok. Tapi kalau menabrak mobil polisi, masihkah sopir angkot menabrak menonjok polisi?

Sunday, February 21, 2010

Baso Tahu Cinta & Siomay Senandung Rindu, Februari 2010

Baso Tahu Cinta, buruan katakan dengan Siomay...

Seminggu sebelum aku menjadi vegetarian, tepatnya Kamis, 10 Februari 2010, beberapa orang Indonesia di Bremen berkumpul untuk memasak bersama. Acara ini diadakan 4 hari sebelum Valentine yang katanya Hari Kasih Sayang. Oleh karena itu, acaranya dinamakan "Baso Tahu Cinta". Nama "Siomay Senandung Rindu" tidak ada hubungannya dengan album SBY yang kedua yaitu "Kerinduanku" tetapi berhubungan dengan rasa rindu kami akan tanah air tercinta yaitu Bandung eh Indonesia. Cuma beberapa di antara kami yang kangen Bandung.

Acara tersebut diadakan di Pondok Bu Sannyo G.. Yang hadir diurutkan sesuai urutan kedatangan
  • Mba Mia Maria (pembawa resep sakti Baso Tahu & Siomay bumi Parahyangan)
  • Nathan (putra dari Mia Maria)
  • Stella & Santi (pemimpin logistik, bahan penting dibawa oleh Tante yang cantik ini)
  • Tim (pembuat siomay)
  • Condro (orang stress, musti meremas-remas adonan supaya stressnya hilang)
  • Rudolf (pembuat siomay)
  • Mba Pau (tester makanan)
  • Wahju (fotografer dadakan)
  • Novi (pemotong udang)
  • Riri (tester makanan)
  • Mas Yadi
Sekitar jam 12 siang, Mba Mia datang bersama Nathan. Kemudian akibat miskomunikasi antara Stella dan Mba Pau, aku harus menunggu 1 jam lebih di HBf Bremen. Mba Pau tidak mengerti konstelasi politik di Bremen jadi sulit sekali menjelaskan padanya mengenai siapa datang bareng siapa dan kapan datangnya serta bagaimana. Riri yang penuh kebimbangan juga terlibat dalam keputusanku menunggu di HBf tersebut.

OK, sebetulnya aku menunggu Tim di HBf atas permintaan Riri, yang sebelumnya bilang tidak bakal datang. Aku bilang jam satu aja karena sebelumnya aku harus mengurus hal-hal administratif di Uni Bremen. Tetapi Tim harus menandatangani kontrak kerja. Mba Pau juga ikut janji ketemu di jam yang kira-kira sama. Akan tetapi rencana buyar. Stella lagi pantang menerima telponku, jadinya Mba Pau menelpon Stella. Lalu Mba Pau menunggu Stella yang tak kunjung tiba. Aku menemani Mba Pau di HBf. Aku bosan dan menelpon Rudolf. Ternyata beliau punya urusan di perpustakaan Uni Bremen. Kutunggu Rudolf di HBf. Akhirnya kami bertiga (Rudolf, Mba Pau, dan aku, Condro) pergi ke Pondok Bu Sannyo G. Ternyata Stella dan Tim sudah di sana. Surprise, Surprise.

Rudolf dan Tim yang kelaparan segera makan. Condro menemani mereka makan atas dasar solidaritas ( :-p hehehe). Stella sudah mulai menyiapkan adonan di dapur. Aku tidak kebagian acara meremas-remas adonan lagi, sama seperti kejadian Workshop Pempek Palembang. Harus kuakui bahwa Stella meremas lebih baik dariku. Tak berapa lama kemudian, pasutri kesayangan Stella hadir, yaitu Mas Wahju dan Mba Novi. Mba Novi pun membantu menyiapkan udang, tahu, dll. Sedangkan aku kebagian kegiatan memasukan adonan ke dalam tahu dan paria. Setelah itu, datang Riri yang tampil modis dengan pakaian hitam ditutupi dengan kain kuning.

Ada dua macam adonan saat itu: adonan ikan dan adonan udang. Keduanya diolah oleh Stella. Jadi aku betul-betul kaga kebagian acara meremas-remas adonan. Aku mengakui bahwa kemampuanku dalam meremas kalah jauh dari Beliau.

Setelah usai dengan memasukkan adonan ke tahu, kulit siomay, dan paria, tentu saja ada makanan harus dimasak. Dikukus dan digoreng! Aku lebih suka yang dikukus karena trauma dengan siomay goreng di Jerman yang rasanya eneg. Tapi gorengan Bu Sannyo menghilangkan traumaku. Ternyata teknik menggorengnya mantap, siomay kaga eneg dan batagornya enak.

Batagor = Baso Tahu Goreng
Batakus = Baso Tahu Kukus

Kemudian, terakhir datanglah Mas Yadi. Beliau pulang kerja dan merasakan kenikmatan Baso Tahu Cinta & Siomay Senandung Rindu.

***

OK, sekarang mengenai resep Baso Tahu Cinta dan Siomay Senandung Rindu.

Bahan adonan:
  • pasta ikan, dibeli di toko Asia
  • udang, sepertinya dibeli di toko Asia
  • ayam
  • aci (tepung tapioka), sepertinya dibeli di toko Asia
  • bawang putih
  • telur
  • minyak wijen
  • garam
  • gula (kalau tidak pakai vetsin atau MSG)
  • air secukupnya
Adonan I menggunakan pasta ikan (dan mungkin juga ayam, sorry kaga lihat), sedangkan adonan II menggunakan udang dan ayam. Lebih gurih yang adonan II karena kolesterol dari udang memang lezat.

Bahan non adonan:
  • tahu
  • paria
  • kulit siomay (W****, namanya lupa)
Cara pembuatan adonan I:
Pasta ikan (plus ayam dipotong-potong) dicampur bawang putih kemudian diaduk-potong, lalu diberi aci, garam, gula, dan air secukupnya. Diaduk-aduk dan diremas seperlunya. Kemudian diberi minyak wijen. Lalu sebutir telur. Remas-remas lagi seperlunya. Jadilah adonan tersebut. OK, ada yang lupa, selain minyak wijen, ditambah juga minyak ikan supaya punya aroma ikan.

Cara pembuatan adonan II:
Pasta ikan diganti dengan udang dan ayam yang dipotong-potong. Diblender sedikit lalu dicampur aci dll sama seperti membuat adonan I.

Setelah adonan jadi, barulah bisa acara memasukkan adonan.

Cara pembuatan siomay:
Masukan sesendok kecil adonan ke dalam kulit siomay. Bungkuslah dengan sedikit terbuka seperti bentuk bunga mekar.

Cara pembuatan baso tahu:
Potonglah tahu menjadi bentuk prisma segitiga. Pada sisi diagonal, goreslah secukupnya. Masukan sedikit adonan ke goresan tersebut dan tempelkan menutupi diagonal tersebut.

Cara pembuatan paria isi:
Potong paria jadi dua. Buang isinya. Lalu masukkan adonan hingga mengisi paria.

Berikutnya ada pilihan mengolah masakan ini:
  1. Kukus
  2. Goreng
Yang dikukus adalah Baso Tahu, Siomay, Paria Isi
Yang digoreng adalah Baso Tahu dan Siomay, menjadi batagor. Paria tidak lazim kalau digoreng.

Cara mengukus yang baik adalah tunggu air mendidih, kemudian taruhlah makanan tersebut di atas air mendidih.
Cara menggoreng yang baik adalah tunggu minyak "mendidih", kemudian gorenglah makanan tersebut lalu segera angkat setelah masak. Tiriskan dari minyak. Biasanya hasilnya tidak akan membuat eneg. Jadinya jangan merendam dalam minyak terlalu lama.
BTW, aku tidak melihat proses penggorengan ini karena aku diusir dari dapur karena dituduh menggoda wanita. Jadinya aku hanya menduga-duga proses masak ini.

OK, setelah dikukus, paria isi dipotong-potong dengan ukuran sesuai keinginan.

Baso Tahu, Siomay, dan Paria Isi disajikan dengan saos kacang dan kecap manis secukupnya. resep saos kacangnya tidak tahu.

***

Baso Tahu Goreng
(hasil masakan kami)



***

Baso Tahu Kukus
(hasil masakan kami)


***

Baso Tahu dan Siomay ini mengingatkanku akan Bandung, kota asal makanan ini dan tanah kelahiranku. Rasanya mengobati kerinduanku. Apalagi makanan ini dipenuhi sentuhan cinta dari orang Bandung yang merantau ke tanah Bremen. Saos kacangnya memang mengurangi rasa kangen akan Bandung tetapi baso tahu dan siomaynya memang asli rasa Bandung. Tapi membuat saos kacang ala Bandung membutuhkan "effort" dan "cost" yang lebih, jadinya hasil ini cukup optimal.

Akhir kata, yang tak segera berakhir, aku mengucapkan terima kasih kepada
  • Bu Sannyo, atas rumahnya dan alat-alat masaknya, serta olahan di dapur
  • Mba Mia Maria, atas resepnya
  • Stella & Santi, yang cantik, atas bahan-bahan masak dan segenap kegiatan mengolah di dapur serta improvisasi atas resep.
  • Kawan-kawan yang melengkapi acara ini, baik yang cuma jadi tester maupun yang terlibat dalam memasak.
***

OK, selain baso tahu dan siomay, kami juga masak sate. Tapi itu cerita lain.

Tuesday, February 9, 2010

Haferkampung

Haferkampung adalah sebuah film seri. (Film? Ini kisah nyata, lho)

Serial ini tidak bercerita tentang kehidupan orang di Melrose Place (dan seri barunya), melainkan di sebuah rumah dekat halte Haferkamp di Bremen. Jadi kaga ada Heather Locklear atau Alyssa Milano di serial ini. Haferkampung adalah wisma mahasiswa Indonesia plus-plus, maksudnya plus Singapura, Malaysia, dan Rusia.

Haferkampung adalah rumah dekat halte Haferkamp dan di atas sebuah kafe bernama Legend. Halte Haferkamp ada tiga:
  • dekat Penny, tempat beli kebutuhan sehari-hari. Penny ini adalah sumber logistik warga Haferkampung. Halte ini adalah akses ke stasiun utama Bremen (Hauptbahnhof), dilalui angkot no. 10 dan N10 (Strassenbahn).
  • dekat taman, tempat Grillen (bakar-bakar daging, sate, dll) dan olahraga warga Haferkampung beserta teman-teman mereka. Halte ini adalah akses ke pusat kota Bremen, yaitu Domsheide. Halte ini dilalui angkot no. 2 (Strassenbahn).
  • depan kafe Legend, artinya depan rumah mereka langsung. Halte ini adalah akses ke Gropelingen Ghetto, tempat membeli paha ayam ukuran maha agung. Halte ini dilalui angkot no. 2, 10, dan N10 (Strassenbahn).
Serial ini sudah melewati banyak "season" atau "Staffel". Pemainnya banyak berganti. Namun kisah di Haferkampung selalu menggemaskan, hangat, dan penuh kenangan.


Season 1 : Haferkampung
Pemain utama:
Suatu hari di musim gugur 2007, tepatnya 30 Oktober 2007, asap keluar dari suatu dapur di rumah yang sudah berlumut dekat Wallering, Bremen. Rumah tersebut sebelumnya kebanjiran akibat pipa yang bocor. Selain banjir, lumut kerak, jamur, dan makhluk hidup lainnya mulai mengganggu penghuni rumah. Vita pun marah, dia membakar rumah. Rumahpun penuh asap bagai kisah Ramayana ketika Hanoman membakar Alenka (ada soundtrack lagu dangdut Hanoman Kobong, lho). Saat itulah hari kepindahan Vita dan Ucup ke Haferkampung.

Suatu hari di musim sebelumnya, di suatu pertapaan yang jauh, yang hanya bisa dilewati melalui hutan gelap Hueckelriede, seorang bernama Dendy gundah. Dia gundah karena Fortress of Solitude yang dimilikinya terlalu kecil untuk istrinya (Eva) yang akan datang ke Bremen. Dendy pun memikirkan untuk pindah dari tempat gelap tersebut. Habis gelap terbitlah terang! Dendy berencana pindah ke Haferkampung.

Haferkampung...
...rumah impian...
Berempat bersatu dalam cinta dan persahabatan...
...yang hangatnya bagai pelukan ibunda bagi banyak orang Indonesia di Bremen

Serial inipun dimulai dengan intrik internal warga Haferkampung dan eksternal pengunjung rumah ini.

***

OK, prolog sebelumnya perlu lebih dijelaskan lagi. Vita dan Ucup pindah karena rumah lamanya kebanjiran akibat pipa bocor. Asap tersebut karena Vita lupa mematikan kompor listrik dan ada bahan mudah terbakar yang ditaruh di atas kompor. Tidak ada api, tapi ada asap akibat kayu tatakan yang terbakar. Namun bencana itu berhasil diatasi oleh Pahlawan Pembela Kebetulan dari Sabang (tidak sampai Merauke), sehingga kebakaran tidak bereskalasi secara luas.


Season 2 : New Haferkampung
Pemain utama:
Suatu hari di akhir musim semi 2008, Dendy dan Eva pindah ke Hamburg karena Dendy sudah lulus kuliah dan memiliki pekerjaan baru. Di tempat lain, Yean Sin, seorang mahasiswi asal Singapura, terusir dari sebuah rumah di asrama mahasiswa Findorff dekat halte Weidedamm dekat taman kota Bürgerpark. Dia terusir karena rayuan seorang Casanova (maksudnya Nathaniova). Yean Sin harus menemukan rumah baru dan hatinya tertambat di Haferkampung. Dia mulai menebarkan keceriaan baru di rumah tersebut menggantikan Dendy dan Eva.

Haferkampung...
...All good things go by three.


Season 3 : Summer of Joy (Kerinduan)
Pemain utama:
Suatu musim panas 2008, Ucup harus menjalankan Dharma Mahasiswa di Pulau Dewata. Untuk waktu yang singkat tersebut, Faris, seorang mahasiswa asal Malaysia, menggantikan Ucup. Saat inilah keahlian memasak warga Haferkampung terasah semakin dalam karena ada Faris yang menjadi tester masakan tersebut. OK, kemampuan bersih-bersih juga meningkat karena biasanya selain rajin masak, Ucup yang paling rajin bersih-bersih.

Season ini singkat bukan karena ada demo penulis di Amerika Serikat melainkan karena kerja praktek Ucup di Bali emang singkat.

Diduga SBY (Presiden Indonesia) membuat album "Kerinduanku" terinspirasi dari ide season 3 Haferkampung ini.


Season 4 : Ucup Strikes Back
Pemain utama:
Awal musim gugur 2008, Ucup kembali ke Haferkampung membawa segenggam rindu dan sepotong cerita. Yean Sin dan Vita menyambut Ucup dengan segenggam tepung. OK, kaga tahu berapa genggam, yang jelas Ucup penuh tepung. Karena tidak ada kanibalisme di Haferkampung, tidak mungkin ada Ucup Goreng Tepung atau Ucup Schnitzel.

Saat inilah, Ucup menjadi ketua PPI Bremen. Ucup membuat Haferkampung bagai mentari yang menerangi dan menghangatkan jiwa pemuda-pemudi Bremen (dan Bremerhaven serta Emden).

Di akhir season ini, Yean Sin disuguhi Stripper dadakan. Kenapa sampai begitu?


Season 5 : A Walk to Remember (Ingatlah Hari Ini)
Pemain utama:
Musim semi 2009, Yean Sin lulus kuliah dan diterima Ph.D di Frankfurt. Pesta perpisahan mengundang Stripper dadakan untuk Yean Sin. Sayang sekali strippernya gemuk (tapi lentur dan boleh dibilang lincah) jadi Yean Sin pun langsung eneg. Yean Sin diganti oleh Nora, mahasiswi SGU yang menjalankan Dharma di Bremen. Ini adalah perpisahan pertama pada season 5.

Awal musim panas 2009, PPI Bremen di bawah kepemimpinan Ucup von der Haferkampung berhasil membuat acara kesenian Indonesia di Bremen. Acara ini sudah direncanakan sebelum Haferkampung berdiri dan baru terjadi sekarang akibat angin cinta dari Utara menghembus hingga Bremen. Negeri Cinta tersebut adalah Bremerhaven. Tokoh-tokoh baru Bremerhaven menambah pemain dalam Indonesian Day di Bremen. Intrik cinta tokoh Bremerhaven inilah yang membuat serial ini semakin seru.

Awal musim gugur 2009, perpisahan pun terjadi. Satu pemain sampingan yaitu DJ Ipon lulus kuliah dan pindah ke Berlin. Hah, siapa itu DJ Ipon? Sorry, tadi lupa disebutkan. Pada season 1, DJ Ipon mengenalkan Yean Sin kepada Vita dan Ucup. Tanpa DJ Ipon, cerita season 2 dan season 4 bakal berbeda. DJ Ipon juga pernah jadi ketua PPI Bremen abad 21 dan selalu mengingatkan orang Indonesia untuk membuat acara Indonesian Day.

Perpisahan paling mengharukan pada season 5 adalah perpisahan Vita. Dia tokoh utama Haferkampung selama 5 season. Dia lulus kuliah dan pindah ke Jakarta yang jaraknya seperempat keliling bumi dari Bremen. Cowok-cowok fans berat Vita di Bremen terharu menyaksikan akhir season 5.

Haferkampung...
...pertemuan adalah awal dari perpisahan


Season 6 : Haferkampung Sunrise (Terbitnya Sang Surya)
Pemain utama:
Sepeninggal Vita, datanglah Surya yang menggantikan Vita. Surya adalah mahasiswa kimia asal Papua, yang sempat kuliah sebentar di UGM, Yogyakarta. Dia senang bercerita sehingga Haferkampung bagai negeri dongeng. Orang menjadi senang ke wisma tersebut mendengarkan cerita Negeri Sang Surya, yaitu Papua (dan Yogyakarta).

Pada season 1, ada Pahlawan Pembela Kebetulan dari Sabang (tapi tidak sampai Merauke) dan pada season 6 inilah kosmologi Haferkampung dilengkapi dengan mahasiswa asal Jayapura (lumayanlah masih satu pulau dengan Merauke, daripada tidak ada sama sekali). Soundtrack season ini adalah "Dari Sabang sampai Merauke", berjajar pulau-pulau. Aceh merdeka dan Papua merdeka!

Nora juga digantikan oleh Aneta, mahasiswi dari pegunungan Kaukasus di Rusia, rekan kuliah Vita. Sebetulnya Aneta sudah muncul dari season 1 tapi bukan sebagai pemain utama. Aneta juga lebih mencintai Kaukasus yang tak berhubungan dengan Rusia. Kaukasus merdeka!

Season ini berlangsung singkat karena Aneta pergi ke Lebanon. Dia pergi bukan untuk mendukung Palestina merdeka namun untuk senang-senang dan belajar hal baru.


Season 7 : Haferkampung Extreme (Karma dan Dharma)
Pemain utama:
Akhir musim gugur 2009, Lia menggantikan Aneta. Lia adalah mahasiswi psikologi Bremen. Dia sudah muncul sejak season 3. Pada season 5, kemunculannya semakin sering. Pada season 7 inilah, Lia menjadi tokoh utama. Dia salah satu orang yang membawa keceriaan Haferkampung selain Ucup.

Pada season 7 ini, kosmologi asap mengalami keseimbangannya. Ini adalah karma. Pada season 1, rumah lama diasapi oleh Vita karena kelalaian mematikan kompor. Kali ini Haferkampung diasapi secara sengaja dengan batang yang menyala. Batang yang membawa kebahagiaan sejenak. Nikotin memang enak.

Kosmologi air juga mengalami keseimbangannya. Karma kedua. Pada season 1, rumah lama kebanjiran akibat pipa yang bocor. Pada season 7 ini, kran dapur sempat lepas (atau patah). Surya dan Ucup harus mengembalikan kosmologi air bah. Banjir pun tidak terjadi karena keseimbangan antara yin dan yang tercapai. Surya dan Ucup menjalankan Dharmanya dengan sukses.

Season ini diakhiri dengan rencana Ucup menjalankan Dharma Mahasiswa di Berlin.

Haferkampung...
...What goes around comes around


Season 8: P2P (Haferkampuang nan jauah di Mato)
Pemain utama:
Akhir musim dingin, menuju musim semi 2010, Ucup pergi ke Berlin dan digantikan oleh Rio. Lia adalah orang Padang yang Malang (maksudnya keturunan Padang, tinggal di Malang) sedangkan Rio asli Padang. Selama waktu yang singkat Rio tinggal di Haferkampung.

Haferkampung P2P adalah Haferkampung Padang Padang Papua. Kayanya cuma Lia yang pake protokol P2P untuk download film (P2P = Point-to-point). Surya masih menggunakan protokol HTTP dan RTP untuk download film.

Surya dan Lia menghadapi Dharma masing-masing, yaitu ujian. Keduanya berjuang keras melawan rasa malas. Ujian inilah penentuan kelangsungan hidup keduanya di Bremen.

Bagaimanakah cara Surya dan Lia mengungkapkan kerinduan mereka akan Ucup?
Saksikanlah serial Haferkampung ini!

Wednesday, February 3, 2010

Sabtu akhir Januari 2010

Sabtu lalu, 30 Januari 2010...
...ada apa?

***

Kisah ini bermula Kamis lalu, ketika Si Cantik tidak membalas telponku. Sehari kemudian, aku mendengar suara merdunya melalui telpon dari Mas Dalang. Mereka mengajakku jalan-jalan ke Bremerhaven pada hari Sabtu. Aku memberi sinyal positif kepada mereka.

Sabtu pagi (lebih tepatnya siang), kami berlima:
  • Aku (punya keahlian memprediksi kenyataan dari gosip menggunakan Kalman Filter)
  • Si Cantik (punya keahlian bikin orang tampil ganteng atau cantik di foto)
  • Mbak Sapu Jagad (punya keahlian bersih2: nyapu, ngepel)
  • Mas Dalang (Dalang Java Script)
  • Mba Dalang (istri Mas Dalang, jago main gamelan, lho)
kumpul di HBf Bremen
(urutan di atas ditulis berdasarkan orang2 yg kutemui pertama kali)

Kami pun naik kereta RE jam 10.56 tidak terlambat. Dari Bremen menuju Bremerhaven butuh sekitar 30 menit. Sesampainya kami di sana, kami berjumpa dengan Mbau Pau. Kami naik bus cinta di Bremerhaven menuju Pondok Indah Mbau Pau.

Di rumah beliau kami disuguhi dengan makanan spesial mahasiswa, yaitu Pizza. Di rumah tersebut ada bola sakti buat olahraga. Semua mencoba bola ini untuk mencoba-coba latihan pengencangan perut.

Sesudah itu, kami berenam pergi keliling kota. Kami menuju Klimahaus. Aku satu-satunya yang belum pernah melihat dan masuk gedung tersebut. Para cantik melakukan window shopping, Mas Dalang foto2, sedangkan aku bolak-balik kaga ada kerjaan. Mas Dalang dan Si Cantik membawa DSLR sehingga aku dan kawan2 yang tidak bawa kamera jadi model.

Setelah window shopping dan foto-foto dalam Klimahaus, kami pun melihat Sonnenuntergang (alias sunset alias terbenam). Saat itu indah. Susah diungkapkan dengan kata-kata. Keindahan Rayleigh Scattering, diabadikan dengan kedua kamera. Tubuh kamipun memperindah siluet pada hasil jepretan kamera. Keindahan Mie Scattering ditambah acara loncat bersama menjadikan suatu foto profil baru kami di Facebook (Baru diganti Senin awal Februari kemarin hingga waktu yang tak ditentukan).

Udara Bremerhaven saat itu lembab dingin berangin. Tangan menggigil kemerahan. Tapi asyik bisa melihat keindahan matahari terbenam. Aku jadi ingat masa lalu diriku di Bandung yang suka memandang sunset dari atap rumahku. Lebih indah daripada sinetron di televisi.

Kamipun (minus Mbau Pau) kemudian naik kereta kembali ke Bremen. Kami lelah. Dari kereta tersebut aku melihat bulan purnama tampil dengan anggun, percaya diri dan tidak bersembunyi di balik awan. Sayang sekali keindahan purnama tidak bisa kusaksikan bersama Si Cantik. Beliau terlalu lelah hingga tidur bersenderkan jendela.

Aku teringat masa lalu diriku yang memuaskan dahaga jiwaku memandang keindahan bulan. Aku tak peduli apakah bulan menampilkan keanggunan purnama atau senyum manis bulan sabit. Kadang aku gemas ketika bulan malu-malu bersembunyi di balik awan. Bulan selalu setia menemani hari-hariku yang sepi. Sampai kini, aku belum menemukan wanita yang mau memuaskan jiwa dengan memandang bulan bersamaku.

Sesampainya di Bremen, kami berpisah. Yang lain pulang ke rumah masing-masing. Aku pergi ke acara ESG Bremen. Di sana ada acara perpisahan Pastorin dan ada makanan gratis. Dasar nasib anak kos, aku tak bisa bebas dari kecanduanku akan makanan gratis. Kali ini aku satu-satunya orang Indonesia sendirian di sana. Paha ayam besar khas Gropelingen hasil masakan Memo (Mohammed) tersaji di sana. Anggur (Wine/Wein) gratis ada juga. Tentu saja bir gratis. Aku hanya minum anggur supaya tidak hangover hari esoknya.

Acara perpisahan berisi persembahan acara dari setiap kegiatan di ESG. Karena aku telat datang, aku kehilangan 1 jam acara. Namun aku bisa menikmati kor ESG, yang kurang kompak dan kurang pria tapi lagunya bagus. Kemudian makan-makan tadi. Lalu mendengar Sawa, perempuan dari Togo, menyanyikan lagu "One Last Cry" dari Brian McKnight. Ada pula acara yang disajikan theater improvisasi "efKaKa". Juga ada acara tebak kopi, mengingat ESG terlibat dalam penjualan kopi Fair Trade. Kopi mana yang dijual ESG? Kemudian ada Tango bersama Pastorin. ESG juga punya kegiatan Tango Argentino. Malam hingga pagi, acaranya dilanjutkan dengan dugem.

Aku pulang jam setengah dua, karena aku kangen ranjang. Sialnya aku kebelet pipis. Sesampainya di rumah, WC dipakai oleh teman kosku. Ah Tidak! Kok dia belum tidur. Aku masuk kamar menunggunya selesai dengan urusannya. Ternyata lama sekali. Akhirnya aku mencari botol bekas. Tergesa-gesa, anuku tidak bisa masuk botol. Sebagian air seni muncrat membasahi celanaku. Untung tidak banyak, karena aku berhasil mengarahkan air seni ke dalam botol. Ternyata aku pipis hampir setengah liter. Botol nyaris terisi penuh. Setelah itu, aku mengelap daerah-daerah kamarku yang terpercik air seni dan membuang isi botol ke toilet. Tentu saja botol kubilas karena aku masih megang botol tersebut untuk Pfand di ALDI, sehingga bisa kutukar dengan uang.

***

Betul-betul Sabtu yang penuh pengalaman indah yang mengisi dahaga jiwaku akan hangatnya persahabatan dan kerinduanku akan pengalaman baru.

Apa lagi, ya, pengalaman berikutnya?


Monday, February 1, 2010

Kamis akhir Januari 2010

Kamis lalu, tanggal 28 Januari 2010, aku pergi ke Master Office dalam rangka mengurus surat thesis yang terdapat kesalahan nama Profesor. Aku sudah memulai thesis sejak 10 Desember 2009. Tetapi surat baru datang minggu kedua Januari. Surat thesis yang salah tersebut juga kupakai untuk memperpanjang visa 19 Januari 2010. Ternyata berhasil.

Setelah berhasil memperpanjang visa, aku mencoba mengurus ke Master Office yang bukanya hanya Selasa dan Kamis. Tapi karena kesibukanku dengan programming dan webinar IEEE, urusan ini tertunda. Yah, akhirnya kesampaian juga Kamis 28 Januari itu.

Kamis itu, dari rumah, jalan kaki lalu naik bis sampai HBf Bremen. Di depan stasiun pusat Bremen tersebut, terdapat demo pelajar. Tema demonya adalah pendidikan. Tentu saja karena mereka anak sekolah. Saya kurang tahu tuntutannya apa saja, tapi berhubungan juga dengan kekurangan guru untuk bidang tertentu, serta pendidikan yang makin tidak manusiawi (waktu pendek dan bahan ajar padat).

Demo pelajar tersebut diiringi suatu melodi musim dingin. Salju turun perlahan dengan angin semilir. Demo di bawah salju namun para pelajar tetap berdiri dan satu orang menggunakan pengeras suara meneriakkan tuntutan demo. Terkesan heroik juga, sih.

Di Indonesia, di berbagai tempat di kota besar, juga terdapat demo. Tentu saja tuntutannya berbeda dengan para pelajar Bremen. Di Indonesia, tema demo adalah 100 hari pemerintahan SBY. Sebagian berkata SBY gagal. Sebagian mengaitkan SBY dengan kasus Bak Century.

Seratus hari itu kira-kira 3 bulan. Sedangkan Pemerintahan punya periode 5 tahun. Kurang asyik kalau bilang gagal hanya dari 3 bulan di banding 60 bulan. Mungkin mental sebagian bangsa Indonesia mirip dengan kisah Bandung Bondowoso tentang membangun 1000 candi dalam semalam, yang ingin serba instan. Ternyata membangun 1000 candi tidak bisa sendirian, Bandung Bondowoso melakukan outsourcing, yang ternyata gagal karena kurang 1 candi. Ingat, ya, nak, sistem kebut semalam itu tidak baik buat kesehatan.

Kembali ke hari Kamis tersebut, selain ada dua demo (di Bremen dan di Indonesia), aku sukses mengurus nama Profesor di selembar kertas. Senangnya hatiku saat itu. Aku menikmati makan di Mensa Uni lalu aku kembali ke rumah. Kali ini aku mengurus bantuan finansial dari ESG Bremen. Fotokopi ini-itu dan print ini-itu. Aku juga menyerahkan dokumen kepada sekretaris urusan mahasiswa internasional di ESG Bremen. Semoga aku bisa mendapat bantuan finansial untuk menyelesaikan thesis. Aku senang karena urusan administrasi sudah beres.

Kemudian aku pergi lagi ke uni. Kali ini aku menonton presentasi Natasha. Beliau bercerita mengenai "Multipath Routing", tentu saja untuk perangkat bergerak (mobile devices). Sebelumnya ada presenter yang berbicara tentang LTE (Long Term Evolution). Kedua pembicara menceritakan hal-hal tentang telekomunikasi. Menarik! Semoga Jerman dan Indonesia dalam waktu dekat segera memasang jaringan LTE.

Sesudah itu, aku menelpon Stella untuk berbagi kebahagiaan hari Kamis tersebut. Ternyata gagal. Diduga beliau kuliah atau sedang sibuk dengan Dharma Mahasiswi lainnya. Akhirnya kusimpan kebahagiaan ini untuk diriku sendiri saja. Aku pun mengantar Natasha ke HBf Bremen sekalian mendengar ceritanya tentang flu dan antibiotik.

Karena kesepian dan tak bisa berbagi kebahagiaan, nampaknya sejak Kamis itulah aku menulis banyak pos mikroblogging yang memenuhi status di Plurk, Twitter, dan Facebook. Indahnya salju, beresnya urusan administratif, dan lain-lain kusimpan dalam hati saja. Tiada tempat untuk bercerita. Yah, mau apa lagi. Hidup di rantau memang harus selalu siap menghadapi kesepian.

Semoga tahun ini, aku sanggup "survive" menghadapi kesepian.