Sunday, March 31, 2013

Obrolan aneh di hari Paskah

Di hari Paskah ini, aku datang ke suatu undangan. Aku merasa kali ini aku sebaiknya datang ke acara ini. Aku memiliki firasat bahwa aku akan bertemu banyak orang yang dekat di hatiku. Ternyata benar, ada senior jurusan otomasi, yang bercerita indahnya dunia engineering di Italia. Seseorang yang jarang kutemui. Ada pula, junior jurusan otomasi, yang bercerita cerianya bekerja dan bekeluarga di suatu kampung di Niedersachsen.

Selain itu, menu nasi kuning, rendang, dan kolak, betul-betul menghibur diriku yang baru sibuk urusan mengepak barang untuk pindahan. Oh, ya, dalam dua minggu, barangku akan berpindah dari Nürnberg ke Bremen. Lalu urusan berikutnya adalah sekolah mengemudi. Memiliki SIM Jerman bisa membuat pindahan jauh lebih murah. 

Seusai kegembiraan pertemuan ini, ada suatu hal yang menyebalkan. Orang Indonesia memiliki masalah dalam menghormati privasi orang. Di saat aku masih stress dengan urusan kepindahanku ke Bremen, masih ada orang yang sok tahu mengurus pilihan hidupku mengenai jodoh. Betul-betul cara tidak sopan menyambut orang yang baru datang ke suatu kota.

Baru kali ini, aku merasa kesal dengan obrolan seperti ini. Aku diatur bagaimana aku harus mencari jodoh. Kapan aku harus mencari jodoh. Bagaimana aku harus membawa jodoh. Aku tidak menyangka kalau jawabanku bahwa aku masih mengurus kepindahanku ke Bremen, tidak cukup menjawab pertanyaan mereka kenapa aku tidak mencari jodoh saat ini. Bapak-Ibuku dan keluargaku yang lainnya bahkan tak pernah mengatur diriku seperti ini. Sedangkan ini, orang yang sama sekali tak dekat di hatiku, bisa sok mengatur jalan hidupku.

Untung aku lelaki. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku perempuan. Bagaimana peer group menodongkan pertanyaan yang tak berhenti. Jawaban apapun takkan memuaskan mereka. Setiap jawabanku dibantah dengan kata-kata yang sok mengatur bagaimana seorang mencari jodoh. Mereka hanya ingin membakar pantat orang yang ditodong pertanyaan.

Aku teringat seorang perempuan. Dia menangis usai suatu pertemuan orang Indonesia. Pada pertemuan itu, ia ditodong berbagai pertanyaan seputar pilihan hidupnya. Cecaran pertanyaan memang bisa melelahkan. Kali ini, aku yang jadi target interogasi.

Kini kusadari kenapa beberapa orang Indonesia di Bremen dalam menerima undangan akan bertanya "Siapa aja yang diundang?", "Siapa aja yang datang?", dll. Mereka tidak mau bertemu orang tertentu. Mereka harus pasang kuda-kuda dan siap mental kalau sampai bertemu orang yang ini atau orang yang itu.

Aku pun bersyukur karena aku bisa belajar mengenai pribadi manusia. Kali ini, aku harus berhati-hati dalam memilih lokasi tempat duduk dan ada siapa dalam ruangan. Aku harus menghindari orang tertentu sebelum dia mulai obrolan skak mat. Atau lebih baik, aku lebih banyak bertemu mahasiswa yang bisa mengobrol tema pendidikan, politik, film, dll daripada bertemu orang-orang yang mengobrol topik dunia perjodohan melulu.



Bremen, 31 Maret 2013


Thursday, March 28, 2013

Paska stress

Minggu lalu, aku menghadapi beberapa hal yang membuatku stress.

Pertama, internet dan telpon via DSL tidak jalan. Dari 28 Februari hingga pertengahan Maret, aku bolak-balik ke Kundencenter (customer service) perusahaan telekomunikasi terbesar di Jerman. Customer service yang tidak mengerti produk yang dijual dan cuma mengandalkan layar monitor. Selain itu, telpon hotline menggunakan software speech processing yang hanya cocok untuk mereka berbahasa-ibu Jerman (deutsche Muttersprache/ german mother language).

Akhirnya, kutahu bagaimana mengurus masalah ini via website. Aku bisa memasukkan keluhanku via website, ditambah beberapa ancaman (hehehe). Setelah tiga minggu, yaitu 19 Maret, aku bisa menggunakan DSL ini untuk internet (dan telpon). Itu pun dengan kerja keras mencari di mana kabel telpon dan kotak utama di rumah. Akibat urusan ini, aku tidak bisa konsentrasi dengan pekerjaanku dan insomnia (sampai sekarang).



Kedua, aku pergi mencuci dengan gembira di suatu malam, sepulang kerja. Wajah ceriaku sebelum mencuci bisa dilihat di blogku yang berbahagia. Di sana, terlihat pula seorang jomblo di malam Sabtu, pergi mencuci untuk perdamaian dunia. Washing for World Peace, euy!

Akan tetapi kebahagiaan ini tak bertahan lama. Akibat ketidaktahuan akan jadwal washing center, bencana pun tiba pada diriku ini. Di tempat mencuci tersebut, tidak tertulis jadwal. Aku keluar sebentar untuk secangkir coklat hangat, ternyata pintu otomatis mengunci pada jam tertentu. Ketika aku berbalik, pintu tertutup erat dan terkunci rapat.

Satu lagi yang brengsek, informasi nomor telpon yang harus dihubungi terletak di dalam washing center bukan di pintu atau di luar tempat itu. Terpaksa, keesokan harinya, aku harus mengambil pakaianku yang tertinggal di sana. Lumayan, aku belajar bahwa washing center ini tutup jam 22.00 dan nomor telpon pemiliknya sudah kucatat.



Ketiga, aku masih mengurus kepindahan dari Nürnberg ke Bremen. Urusan telpon di atas membuat waktu dan pikiran terkuras. Ketika aku tidak bisa pergi ke Nürnberg akibat kepala pening, aku mencuci pakaian untuk perdamaian. Ternyata bukan kedamaian yang kudapat, melainkan tambahan stress dan gangguan jam tidur.

Minggu lalu, kudapat telpon dari pemilik rumah kalau akan ada calon penyewa yang ingin melihat apartemen di Nürnberg. Akupun segera pergi ke Nürnberg, membereskan tembok yang bolong dan membereskan beberapa hal. Calon penyewa positif mengambil apartemen tersebut. Untungnya, dia pengusaha tranporter. Jadinya aku bisa menyewa jasanya untuk pindahan. Aku juga mendapat jadwal untuk pindahan.

Urusan pindahan ini lumayan membuat ketenangan Paskah diriku terganggu. Aku juga harus mengatur janji mana yang harus kutepati dan kubatalkan di Bremen. Nampaknya, aku harus merayakan Paskah di Nürnberg.

Keempat, aku salah mengklik tautan di internet. Ini akibat rasa ingin tahuku, tentang apa hubungan hacktivist Anonymous dan suatu kampung bernama Steubenville, di Ohio, USA (Amerika Serikat). Akibat klik ini, tiba-tiba aku menginvestigasi banyak forum, blog, berita, dll yang tentu saja menambah klik jemariku untuk hal di luar pekerjaan utamaku.

Tentang kampung ini, aku akan menceritakan di posting blog berikutnya. Yang jelas kampung ini betul-betul ramai di media berbahasa Inggris: USA, UK, dan Kanada (serta mungkin Australia?). Mengikuti berita ini bisa membuat stress mereka yang bermimpi tentang dunia yang penuh keadilan dan kesetaraan. Perjuangan masih panjang.



Akibat sistem otomatisasi hotline yang menyebalkan, juga kegagalan sistem otomatis pemindahan saluran DSL dari Nürnberg ke Bremen, dan ditambah terkunci oleh pintu otomatis, aku jadi benci dengan otomatisasi dan hal-hal yang serba otomatis. Namun kusadari kalau aku lulusan Automation Engineering, jadi membenci otomatisasi itu sama saja menyangkal diriku sendiri. Kemudian, kutumpahkan semua kekesalanku yang otomatis dalam tulisan "Otomatiscab".

Aku bersyukur kepada Tuhan, karena aku dapat belajar banyak dari ketegangan ini. Aku juga merasakan bahwa yang membuatku tetap merasa hidup adalah rasa ingin tahuku. Rasa penasaran inilah yang membimbingku dalam Dharmaku sebagai engineer (juga sebagai blogger investigatif, hehehe). Namun kini, aku harus berjuang melawan insomnia. Perjuangan masih panjang, tapi kupercaya bahwa hari kemenangan akan segera tiba.


Bremen, 28 Maret 2013

iscab.saptocondro

Saturday, March 2, 2013

Surat Byar Pet dari perusahaan listrik

Hari ini, kuterima surat yang bukan surat cinta. Jadi surat ini bukanlah lukisan luka di hati Hedi Yunus yang jangan kuhempas bila tak ingin kusentuh.

Surat ini adalah surat dari perusahaan (distribusi) listrik lokal di Bremen, yaitu SWB. Pada surat tersebut, terdapat informasi bahwa akan diadakan perbaikan jaringan listrik di daerahku. Kegiatan ini akan diadakan antara 15 Maret dan 1 Juli 2013. Pada masa tersebut, akan ada pemadaman bergilir maupun serentak satu jalan.

Seumur hidup di Bayern, baik 3 bulan sebelah kandang sapi di suatu kampung maupun 1 tahun 4 bulan di ghetto kota metropolitan, belum pernah kurasakan mati lampu. Hanya di Bremen, kurasakan mati lampu dua kali dalam 5 tahun, sebelum kuterima surat ini. Oh, ya, jangan tanya berapa kali mati lampu di (Kabupaten) Bandung. Karena mati lampu di Indonesia terlalu indah, sehingga menginspirasi musisi untuk bikin lagu: "DJ Tolong Matiin Lampunya Dong".

Untuk mengenang masa-masa mati lampu zaman dahulu dan menikmati pemasangan smart meter dan smart grid di daerahku, lagu "mati lampu" akan kucoba ku-embed. Semoga ifttt dan wordpress memungkinkan. Jika tidak, klik aja tautan di atas.

http://www.youtube.com/watch?v=eZrb-IusdJI

http://twitter.com/saptocondro/status/307930787246923776

Bremen, 2 Maret 2013

P.S. Ini uji coba IFTTT lagi.