Tuesday, April 6, 2010

Hari pertama kuliah Semester ke-9

Bremen, 6 April 2010, tepatnya hari Selasa,

Hari yang indah dengan udara cerah. Angin sejuk bertiup sepoi-sepoi mengikuti alunan musim semi. Bersama hangatnya mentari, Sang Bayu membelai wajahku yang berpelembab.

Oh, ya, kumulai hari ini dengan ritual sederhana: sarapan roti, pisang, dan jus apel. Sarapanku kubarengkan dengan membaca email. Seperti hari biasa yang tidak terlalu istimewa. Entah kenapa, aku ingin mandi. Biasanya aku malas melakukan ini. Namun, keinginan untuk membasuh diriku dengan air hangat membuatku menikmati mandi. Semburan shower memijat punggungku laksana belaian hangat wanita yang kurindukan. Sedikit obat untuk pria kesepian ini. Butiran air yang memantul dari badanku berkilauan bagai permata mengingatkanku akan kemilau mata wanita itu. Seusai mandi, kupakai pelembab wajah murahan dari ALDI. Yang tak mempan menjaga wajahku dari kekeringan. Nampaknya aku perlu beli pelembab baru.

Aku pun pergi ke kampus Uni Bremen naik angkot tercinta. Teringat aku belum membeli rantai sepeda. Ah, mungkin minggu depan saja, aku sibuk dengan thesis hari ini. Bus 25 berisi banyak gadis belia cantik. Mereka terlalu muda ditambah pikiranku dan perasaanku tertuju pada seorang wanita yang telah mengucapkan mantra yang tepat untuk menggerakkan hatiku. Dua halte dan sampailah di stasiun utama. Kutunggu sebentar, Strassenbahn 6 membawaku ke Uni. Tak terlalu penuh. Kusadar bahwa sekarang sudah semester ke-9, kulalui jalur ini. Sedangkan aku belum juga lulus master yang cukup ditempuh 4 semester. Plus, belum terlalu sukses dalam mencari jodoh.

***

Aku menuju Uni untuk berkumpul bersama Elektro Ceria Bremen: Meity, Natasha, Yonathan tanpa Kuncen Sakti Kuburan 24. Di Strassenbahn, bertemu Meity. Beliau baru pulang liburan ke Indonesia dan membawa segudang cerita asyik pengalamannya. Kemudian sesampainya di Mensa, kami berdua secara tak terduga bertemu Novi (Bu Dalang). Bertiga menunggu Natasha dan Yonathan. Akhirnya mereka datang. Yonathan dan aku membeli Essen I yang murah. Yang lain nampaknya membeli salat. Kami juga bertemu Tim, teman Jerman yang mengelola yayasan di Indonesia. Tapi Tim tidak duduk bersama kami berlima.

Di meja tersebut, kami mengobrol ceria tentang banyak hal. Topik pernikahan 10 milyar Nia Ramadhani. Liburan Meity ke Bali dan Manado. Kupernya Yonathan. Profesor yang résé. Jurusan baru Meity. Beratnya ujian. Dan banyak hal lainnya. (Buat Widha, kami juga ngobrolin tentang dikau, hehehe). Ternyata ada dua warga Haferkampung yang menghampiri kami: Ucup dan Lia. Keduanya mendengar obrolan khas Indonesia yang ekspresif, keras, penuh tawa ngakak, dan tak penting. Basa-basi sejenak, keduanya lalu memilih tempat lain.

Seusai makan siang bersama, kami berpencar. Mba Novi pergi bersepeda menuju sebuah tempat perjanjian. Yonathan dan aku pergi ke kafetaria GW2 untuk mengerjakan thesis masing-masing. Natasha mengambil tas di NW1 sebelum bergabung bersama kami berdua di GW2. Meity pergi bekerja.

***

Di kafetaria GW2, kumulai thesis dengan membaca paper dan membuka source code program demi mencari rumus sakti. Ternyata paper tak kubawa, namun aku punya versi digitalnya. Yonathan nampaknya membaca paper juga. Tapi mengapa layar monitorku berisi berita "Susno"? Baru 5 paragraf berita tentang Indonesia, aku langsung ilfil. Aku sudah memutuskan ikatanku dengan Indonesia, jadinya aku sudah merasa "I don't belong to Indonesia anymore". Thesis jauh lebih penting.

Tak berapa lama kemudian Natasha singset datang membawa gosip. Cerita tentang seorang kawan Pakistan yang mendua (atau mentiga?). Orang ini memiliki teman "tandem with benefit", walau sudah punya pacar. Minggu lalu, kulihat dia berciuman di Kafetaria ini. Kali ini, Natasha dan Meity melihat dia berciuman di halte. Moto hidupku adalah "Tanpa gosip, dunia runtuh". Jadinya aku selalu tertarik mendengar gosip. Ujung dari gosip ini adalah mengapa aku tetap jomblo sedangkan teman Pakistan tadi bisa "menikmati masakan Jerman" walau udah punya pacar, hehehe. Selain itu, Natasha pun kamiceritakan tentang fans beratnya, yaitu teman kosku yang sekarang. Teman kosku lagi bertapa di kamarnya demi ujian yang sama dengan Natasha pada keesokan hari.

Bertiga di meja kafetaria, kami membangun mimpi kami. Yonathan menuntaskan project sembari memulai thesis. Natasha belajar Speech Processing II demi ujian esoknya. Aku berkutat dengan analisis data EEG dari kepalaku sendiri. Semuanya membawa harapan akan masa depan cerah seperti cuaca Bremen hari ini.

Memang asyik belajar bersama. Ketika satu ingin pergi, kawan lain menjaga laptop dari tangan jahil. Aku bisa ke toilet dengan tenang. Bisa membeli kopi. Berdiskusi mengenai signal processing atau beberapa aturan universitas. Kadang sedikit bergosip, karena tanpa gosip dunia runtuh. Juga break curhat.

Ada saat berjumpa, ada saat berpisah. Yonathan pergi duluan demi penuntasan project dan urusan administratif. Tinggal Natasha dan aku berdua. Kutumpahkan kegalauan hatiku dalam sepotong curhat padanya. Dia memberiku beberapa nasihat mengenai cinta. Aku memberinya sedikit (sangat sedikit) semangat untuk ujian besok. Dia mendukung kebulatan tekadku untuk menurunkan kartu truf dalam suatu permainan cinta. Kartu truf jangan ditahan-tahan. Setelah itu, kami berpisah di halte.

***

Strassenbahn 6 menderu menjauhi Uni. Indahnya musim semi. Hangatnya kawan-kawan. Semuanya menghanyutkanku bersama seluruh rasa syukur dalam jiwa. Aliran energi positif ini seirama dengan tekad bulatku untuk menyelesaikan permainan cinta yang nampaknya semakin buruk. Harus kubuka kartu itu segera sebelum terjadi bencana. Bukan masalah sukses atau gagal melainkan demi pembersihan jiwaku. Kira-kira tujuh bulan kuselami hatiku untuk menjawab pertanyaan benarkah dia wanita itu. Aku memang orang yang sulit jatuh cinta. Pintu hatiku terlalu kokoh. Mantra wanita ini berhasil membukanya. Perjalanan Strassenbahn membawku beberapa ingatan masa lalu yang ceria bersama wanita ini. Halte demi halte, memori demi memori.

Sampailah aku di halte tujuan. Kupergi ke bank mengambil uang. Tak lupa mengecek rekeningku yang menyedihkan. Bulan April bulan prihatin. Kutunggu gajiku yang datang di pertengahan bulan. Kemudian kupergi belanja pangan seminggu lalu pulang.

***

Semester ke-9, aku masih berstatus mahasiswa. Terlalu lama aku kuliah. Sedikit sesal memilih topik project yang salah. Berjuta syukur karena seluruh pengalaman dan segenap persahabatan. Ini hari pertama kuliah bagi mereka yang kuliah, sedangkan aku sudah cukup kuliah. Aku turut merasa solider bersama mereka yang membangun mimpi mereka menjadi sarjana. Hari pertama adalah hari indah untuk memeluk harapan dan mendendangkan impian.

Hari ini, seusai Paskah, perayaan penciptaan dunia, pembebasan orang Israel dari Mesir oleh Musa, dan kebangkitan Yesus Kristus, aku merasa tercipta menjadi Condro yang baru, terbebaskan dari rasa kuatir dan takut, serta penuh kebangkitan semangat untuk menggapai mimpi. Hari pertama kuliah Sommersemester 2010, kurasakan penuh energi positif mengalir
di badanku dan jiwaku.

Kutemukan jalanku sebagai seorang mahasiswa dan seorang pencinta. Thesis sebentar lagi kelar. Aku pun sudah siap menerima kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap pencinta. Hari yang indah ketika seorang anak manusia menemukan tujuan hidupnya dan menjalankan Dharmanya.

Tunggulah Condro baru yang akan muncul di Uni Bremen. Dia akan semakin dahsyat. Gelegar semangatnya akan terdengar hingga ke seluruh dunia. Dia akan segera menjadi 100% manusia dan 100% sarjana.

Sunday, April 4, 2010

Paskah & 4 Tahun di Bremen

Hari ini, 3 April 2010,

Aku memeringati dua hal:
  • 4 tahun di Bremen, dan sayangnya belum lulus master
  • Malam Paskah 2010, yang berarti Paskah kelima di Jerman.
***

Hari dimulai dengan bangun pagi (Pagi? Siang kaleeee). OK, bangun siang tepat jam 12. Aku bangun seperti biasa selalu ingat dia. Oh, aku lupa bilang, sudah 6-8 bulan ini (kaga bisa ngitung, euy), aku sulit melupakan cewe ini. Tiap bangun pagi yang terlintas dalam pikiranku adalah dia. Tapi cewe ini terlalu cerdas dan berpengalaman dalam membangun tembok yang sulit kutembus. Semua kungfu dan jutsu sudah kucoba, baik jurus lama maupun jurus mendadak baru. Namun cewe ini sepertinya adaptif dan resilient. OK, mungkin orang optimis seperti Naruto akan bilang bahwa aku perlu menciptakan jutsu baru.

Empat tahun di Bremen, kisah cintaku naik turun, kadang seiring dengan irama naik-turunnya percaya diriku. Terkadang ingat mantan. Lain waktu, berkenalan dengan wanita baru. Yang tidak mudah juga karena aku kurang berpengalaman. Dalam dunia percintaan, aku memang harus belajar banyak. Kali ini, aku berharap bisa belajar bersama cewe yang bikin aku selalu ingat dia setiap bangun pagi.

Oh, ya, belum cerita tentang cewe ini. Dia cerdas, baik intelektual maupun finansial. Cantik? Hmmm... Dari pandangan pertama kulihat biasa saja. Akan tetapi setelah melihat matanya yang berkilauan, aku terpesona. Dengan kata lain, matanya indah. Pertama aku pikir itu karena contact lens. Sayang sekali, akhir-akhir ini mata indahnya tertutup rambut. OK, dia juga imut alias "cute". Sexy? hmmm... No comment, yang jelas sih masih jomblo (kok, kaga nyambung, ya?).

Awalnya cewe ini tidak membuatku tertarik, akan tetapi ada satu mantra yang diucapkannya yang bisa menggerakkan hatiku yang nampaknya sudah kokoh membatu. Selain itu, dia membuat sesajen yang cocok dengan lidahku dan perutku. Mantra dan sesajen tersebut bikin aku suka. Tapi yang paling utama adalah mantra itu. Kadang kuberharap dia tidak pernah menyebut mantra itu, supaya aku tidak menderita seperti ini setiap bertemu dengan dirinya. Dia kabur dalam benteng kokohnya setelah mengucap mantra, inilah yang membuatku kesal. Betul-betul wanita tak bertanggungjawab!

Pasti pembaca penasaran, mantra apa yang diucapkan wanita ini.
(Ini adalah mantra rahasia, yang cuma diketahui sedikit orang)

***

Setelah bangun pagi, aku memasak "Sayur Cinta yang Hilang namun telah Terganti". Sayur ini kehilangan bawang bombai namun digantikan bawang putih yang ekstra alias berlebih. Sayur ini berasal dari Kitab Suci Vegetarian. Isi sayur adalah kacang merah (?), kacang panjang (?), dan jagung. Rasanya seperti masakanku yang biasa.
(Tanda tanya di atas, karena aku tak tahu sayur apa yang masuk ke dalam wajan. Anak kos tidak perlu tahu masak apa, yang penting enak dan bergizi)

Setelah makan, aku memeringati 4 tahun di Bremen dengan mencukur rambut. Lebih tepatnya, aku membayar orang mencukur rambutku. Aku pergi ke salon langganan. Kuntunjukkan fotoku jaman dahulu dengan rambut terbaik, lebih tepatnya tata rambut paling suboptimal. Ibu Iran tersebut mengangguk sanggup untuk menata seperti itu. Dawai musik yang tercipta dari mesin cukur dan gunting mengalun hingga telingaku. Telingaku aman, tidak terpotong gunting. Hasilnya lumayan. Lumayan pendek, bukan lumayan mirip foto yang kutunjukkan tadi. Ini adalah aplikasi suboptimal control dalam mencukur rambut. Tukang cukur tidak bisa merealisasi bentuk cukuran optimal, mengingat jumlah rambut masa mudaku di foto dan masa tuaku sekarang berbeda.

Seorang cewe manis bilang rambutku bagus dan rapi, lebih asyik dilihat. Seorang cewe cantik bilang rambutku mirip orang Turki. hahaha. Salam selalu buat Si Manis dan Si Cantik.

***

Setelah cukur, aku pulang ke rumah untuk mengisi perut lagi supaya tak kelaparan di malam hari. Kemudian aku Pesta Toilet lalu mandi, serta tidak lupa menggosok gigi. Pergilah aku ke gereja setelah tuntas urusan kamar mandi.

Hujan membasuh tubuhku, lebih tepatnya jaketku dan celanaku. Jaketku basah kuyup. Celanaku basah sedikit meresap. Kutunggu kereta angkot (Strassenbahn) yang mengantarku ke gereja. Aku sampai 10 menit sebelum acara mulai. Aku tahu aku takkan dapat kursi jadi aku berdiri. Aku melihat Flavia, cewe Brazil-Venezuela-Italia-Spanyol (campurannya kaga jelas, euy, saking banyaknya), juga berdiri. Berpandangan mata, senyum sedikit, dan melambaikan tangan. Tapi kok, malah Bapak India di depan Flavia juga ikutan? India ge-er kali.

Akupun mengikuti misa Malam Paskah. Seperti biasa, festival Kristus Cahaya Dunia bersama lilin, dengan ayat dari Kitab Kejadian tentang Penciptaan, Kitab Keluaran tentang pembebasan Israel dari Mesir, sisanya aku tak tahu, yang jelas ada Injil tentang kebangkitan Yesus dari kematian. Kemudian diikuti Litani Santo dan Santa lalu pembaharuan janji babtis dengan percikan air. Setelah itu, misa berjalan dengan urutan seperti biasa, Perjamuan Kudus, lalu pemberkatan kemudian pulang.

Seusai gereja, aku bertemu peserta misa lain yang lumayan dekat di hatiku
Mereka adalah keluarga "bahagia" walau mereka terkadang menggunakan bahasa yang tak kumengerti. Untungnya, Mas Dalang bisa berbicara denganku jika aku mulai "get lost in translation". Sebetulnya aku sebal sekali kalau mereka berkumpul lalu berbicara menggunakan bahasa yang tak kumengerti. Mas Dalang selalu menjadi penyelamatku.

Bahagia pakai kutip di atas maksudnya adalah ada dinamika yang aneh dari keluarga ini. Ada suatu hal yang menakutkan di balik semua keceriaan dan kehangatan. Semoga saja, firasatku ini salah. Aku bukan ahli mengenai dinamika keluarga. Jadi semoga aku salah.

***

Bersama "Keluarga Wayang" tersebut, aku pergi ke acara ramah-tamah Paskah. Aku dapat anggur merah dan sebutir telur. Satu mengandung alkohol, satunya lagi kolesterol. Kombinasi asyik. Kami merencanakan menu Paskah bersama di rumah Mas Dalang esoknya. Awalnya aku kesulitan untuk ikut acara ini karena kemampuan bahasaku terbatas untuk berbicara dengan mereka. Untungnya, Mas Dalang membantuku. Semoga aku bisa senang di acara ini besok. Semoga oh semoga. (Antara optimis dan pesimis)

Setelah itu, kami pulang ke rumah masing-masing. Kemudian aku menulis blog ini. Setelah itu, aku mau tidur menyambut pagi Paskah lalu bertemu mereka kembali. Oh, Tuhan lindungi aku!

***

Semoga setelah tidur, aku dapat bangkit menjadi Condro baru, seperti Yesus bangkit dari kematian. Aku merasakan bahwa kepercayaan diriku yang mati telah bangkit (perlahan-lahan). Paskah ini menjadi peringatan kebangkitan ini. Dua atau tiga tahun kuhabiskan waktu di Bremen memulihkan rasa percaya diri yang remuk redam, akibat pergumulan diri dalam studi dan cinta. Aku sudah menemukan diriku yang jernih tahun lalu saat kuberulangtahun ke-29. Kini dengan mata jernih aku melihat semuanya. Aku bisa melihat cahaya terang, yang bisa membantuku berjalan menyusuri tujuan hidupku. Aku bisa melihat diriku dan orang lain seperti dulu lagi. Kemampuanku pulih. Kemanusiaanku telah kembali. Aku sudah sembuh. Rasa takut sepertinya sirna dari diriku. Tinggal satu lagi lawanku, yaitu rasa malas. Semoga Paskah ini menjadi pertanda bangkitnya perlawanan terhadap kemalasan. Seperti moto Himpunan Mahasiswa Elektroteknik ITB, "We can fight!", aku akan berjuang melawan rasa malas.

Tidak kusesali 4 tahun di Bremen, Jerman.
Aku akan lulus menjadi Master of Science, yang 100% sarjana dan 100% manusia.
Aku juga akan menyatakan cintaku kepadanya, tunggu tanggal mainnya.


Selamat Paskah 2010!


Sunday, March 14, 2010

Makan-makan bareng Mba Rina dan legenda Bremen

Hari Kamis aku merasakan Baso Tahu Cinta dan Siomay Senandung Rindu. Ceritanya ada di sini.
Lalu hari Sabtu, aku makan-makan bareng mahasiswa RRC dalam rangka Tahun Baru Cina, tepatnya tahun Macan.

Nah, hari Minggu siang, tanggal 14 Februari 2010, aku datang lagi ke acara makan-makan Mba Rina. Beliau sangat dekat di hati anak-anak PPI Bremen. Beliau sudah mengundang kami seminggu (atau 2 minggu?) sebelumnya.

Makan-makan adalah hal yang biasa. Tapi kali ini, ada kesan mendalam dalam acara ini. Peserta yang datang adalah pendekar-pendekar Legenda Bremen. Jarang sekali, ada orang-orang sakti berkumpul di satu tempat. Ini adalah pertanda bahwa tahun 2010 ini akan terjadi peristiwa yang mengguncang Bremen.

Para legenda Bremen yang hadir adalah
  • Aa Teguh, kuncen sakti penunggu Kuburan 24. Ilmu sakti Pancasona membuat Beliau abadi sehingga merasakan suka-duka menggunakan uang DM. Dia punya tip manjur buat mahasiswa baru yang ingin kurus. Yang perlu diwaspadai adalah kalau Beliau tertawa.
  • Sefa, pembunuh bayaran sakti di Mafia Wars (Facebook). Setelah tujuh tahun penantian, Beliau mendapatkan ilmu mahadahsyat untuk membuat kitab sakti thesis. Namun kini sedikit tertunda karena lahir Sang Buah Hati.
  • Sisfairy, pejalan sakti di Bremen. Dengan ilmu Langkah Sutera, dia cukup melangkah sedikit dan sampai di pusat kota Bremen dalam sekejap. Kemampuan lain adalah dia punya penciuman dan pendengaran yang tajam terhadap gosip yang beredar di Bremen dan Bremerhaven.
  • Ilham Nirwan, tabib sakti cinta dan karir. Beliau memiliki kesaktian untuk mengerti kata-kata Aa Teguh kalau lagi komat-kamit. Selain itu, info pekerjaan di Bremen bisa didapatkan dari Beliau. Tips-tips perjuangan cinta bisa dikonsultasikan kepada dokter cinta ini. Dia menguasai kesatuan teori dan praksis dalam bercinta. Lima tahun di Jerman dan tinggal di 3 kota membuat Beliau memiliki ilmu kebal sehingga tahan banting.
  • ISCAB, murid sakti. Beliau memiliki kecerdasan tinggi untuk mempelajari kesaktian para legenda di atas. Tapi Beliau tak pernah serius belajar, jadinya hanya sedikit kesaktian yang diturunkan dari para legenda sebelumnya. Kesaktian paling murni dari Beliau adalah Tsunami Internet. Dengan ilmu ini, Beliau membanjiri milis PPI Bremen dengan informasi yang kaga penting-penting amat.
Kesaktian para Legenda Bremen terletak pada kemampuannya bercerita. Cerita hanya diperoleh dari pengalaman hidup. Kesaktian mereka diuji di tempat ini. Mereka yang mampu memberikan cerita berkesan dan nasihat survival di Jerman adalah yang paling sakti. Biasanya semakin lama di Jerman, orang akan semakin sakti dan kesaktian ini bakal melegenda.

Cukup sulit memanggil Legenda Bremen. Mereka harus didatangkan menggunakan sesajen. Mba Rina memiliki sesajen kolak manis yang ampuh untuk mendatangkan mereka. Selain Mba Rina, cuma Haferkampung yang memiliki tempat keramat untuk memanggil para Legenda Bremen. Tapi untuk mengumpulkan semuanya dalam satu tempat, sesajen lengkap sangat dibutuhkan, misalnya ayam, sayur asem, kolak manis, sambal hijau, sambal merah, sambal terasi, dll.

Kembali ke acara makan-makan Mba Rina. Selain para legenda Bremen, hadir pula Ulfa, Atra, Veny, Mustafa (suami Sefa), dll. Pada sore hari, hadir salah satu selebriti muda Indonesia, yaitu Chacha Frederica. Dia mau magang di Bremen untuk menjalankan Dharma Mahasiswi SGU.

Aku senang dengan acara ini karena tahun ini para legenda Bremen bernasib cerah. Rata-rata mereka sedang menjalankan Dharmanya dengan baik sebagai seorang mahasiswa dan seorang manusia. Ada yang menjadi ibu, ada yang sedang menunaikan thesis, ada yang mulai semangat kuliah, ada yang sedang merencanakan pernikahan, dll. Semoga aku, ISCAB, sebagai salah satu legenda Bremen menyelesaikan thesis dengan baik tahun ini.


Macan

Kenapa judul blog ini Macan?

Ini bukan karena Trio Macan yang bisa nyanyi "Kucing Garong" sambil akrobat. Ini karena tahun ini adalah tahun Macan, menurut kalender Cina. Bulan lalu, aku merayakan Tahun Baru Cina sekaligus hari Valentine dengan makan-makan. Bagi orang Cina, Imlek lebih tepat disebut festival musim semi daripada tahun baru. Mirip dengan kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi yang memperingati musim semi sebagai awal tahun.

Semalam sebelum Tahun Macan dimulai, aku merayakan bersama kawan-kawan Cina di Bremen. Alasanku adalah aku belum pernah merasakan kebudayaan asli Cina (maksudnya yang asli dari RRC). Aku ingin tahu bagaimana mahasiswa-mahasiswi perantauan dari RRC merayakan hari ini di negeri seberang, yaitu Jerman.

Kebetulan seorang kawan bernama Zuo Lin mengadakan acara ini. Akupun mengontak dia sebelumnya lewat Facebook. Perjuanganku untuk mengikuti acara ini cukup berat karena aku tidak memiliki nomor telponnya. Selain itu, dia tidak membalas pesanku. OK, sebetulnya aku tidak diundang untuk bergabung dalam acara ini. Akan tetapi, di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Pada hari H, aku mencoba menelpon Si Cantik untuk bertanya tentang acara ini. Karena dia adalah nyokap Zuo Lin, hehehe. Just kidding! Dia adalah teman kuliah Zuo Lin dan juga teman jalan-jalannya. OK, telpon berkali-kali tidak dibalas.

Napasku tiba-tiba sesak dan mataku pun berkunang-kunang. Penyakitku kambuh. Aku terkena memory flash. Semua pengalaman buruk di Bandung ketika menelpon melintas di mataku dan telingaku. Mustinya aku pergi ke psikolog untuk menghadapi semua trauma masa lalu ini.

Setelah aku sadar kembali. Aku menelpon Jie Hui, salah satu rekan kuliahku, yang juga teman dekat Zuo Lin. Tidak diangkat. Mungkin dia sibuk bekerja.

Lalu aku menelpon Jessie, salah satu rekan kuliahku dan Jie Hui. Diangkat. Ngobrol dan suara kresek-kresek lalu dia habis batere. Arggghhhhh. Aku tidak bisa bertanya kapan acara ini dimulai.

Air mata mengalir dari mataku. Akupun bertanya dalam diriku, apakah takdirku begini? Apakah kosmos tak mengijinkanku ikut acara ini. Aku melamun dalam kamarku. Apakah ini suatu karma akibat perbuatan buruk di masa lalu? Ataukah ini dosa turunan yang dilakukan bokap-nyokap atau eyang-eyangku?

Kata orang Jawa, "Gusti ora sare", yang artinya Tuhan tidak tidur. Aku teringat bahwa Zuo Lin memiliki pacar, yaitu Chanaka, rekan kuliahku. Aku juga mengikuti blognya. Aku harus mengontak Chanaka. Aku tidak punya nomor Chanaka. Tapi aku tak kehabisan akal. Kukontak Yonathan, rekan kuliahku dan Chanaka.

Aku bisa mengontak Yonathan. Aku juga bisa mendapat nomor telpon Chanaka. Hatiku berdebar-debar ketika menelpon Chanaka. Akankah dia mengangkat telponku. Pikiranku pun kalut karena aku menelpon sambil terkena penyakit memory flash. Bayang-bayang masa remaja ketika jantung berdebar menelpon cewe yang kutaksir tiba-tiba muncul. Woy, Chanaka itu cowo dan aku bukan homoseksual. Bayang-bayang menelpon dosen pembimbing meminta tanda-tangan ketika aku berniat mengumpulkan laporan TA di saat-saat injury time ketika di ITB juga tiba-tiba muncul. Kenapa jantungku berdegup kencang sekali?

Keluarlah suara Chanaka. Akupun terharu. Suaranya bagai Sri Rama, titisan Bhatara Wisnu, walaupun Chanaka berasal dari Srilanka, negeri Rahwana yang menculik Sinta, istri Sri Rama. Akupun teringat masa-masa kuliah tingkat 2 di ITB ketika berhasil menelpon seorang wanita untuk bikin janji pergi bareng.

Akan tetapi, penyakit ayan harus dikendalikan. Memory flash pun hilang dari mataku. Aku kembali ke alam sadar lagi. Aku meminta maaf kepada Chanaka karena meminta Yonathan memberitahu nomor telponnya. Ini bentuk rasa hormatku terhadap privasi kepada Chanaka dan Yonathan. Aku bertanya jam berapa acara dimulai. Chanaka menjawab jam 19.30. Tiba-tiba kresek-kresek dan hilang suaranya lalu putus. Akupun bengong.

Aku bersyukur kepada Tuhan karena tujuanku tercapai. Aku tahu kapan acara dimulai. Akupun mengontak Yonathan untuk berterimakasih sekaligus mengajaknya untuk ikut acara ini. Sayang sekali, dia lagi ingin di rumah dan sungkan untuk keluar rumah.

Apakah perjuangan telah mencapai kemenangan?
Ternyata belum!

Aku berangkat dengan gembira sambil bernyanyi-nyanyi. Aku merasa ceria karena bisa makan-makan bareng di rumah Zuo Lin bersama Si Cantik dan Chanaka serta rekan-rekan Cina yang lain. Aku membeli anggur merah sebagai pertanda bahwa aku tidak cuma bawa perut kosong ke acara yang aku tidak diundang. Sesampainya di kasir, aku membayar dan tersadar bahwa aku lupa bawa ponsel. Arrrghhh.

Akupun terhuyung-huyung. Mataku berkunang-kunang dan napasku sesak. Telpon genggam adalah satu-satunya cara untuk mengontak orang di sana. Karena nomor kamar dan bel tidak aku ketahui. Jadi telpon itu penting. Akupun merelakan diri ketinggalan bus menuju rumah Zuo Lin. Aku balik lagi ke rumah untuk mengambil ponsel. Sial! Aku harus menunggu bus 20 menit lagi.

Setelah itu, aku pergi ke halte dan menunggu bus berikutnya. Akupun murung dan duduk termenung di halte itu. Kepalaku pening. Udara dingin menusuk diriku namun tak setajam perasaan sedihku. Salju turun menemaniku kesedihanku. Aku tak bisa menelpon Si Cantik karena dia tak mau mengangkat. Aku juga tak mau mengganggu Yonathan yang lagi chatting sambil merayakan ulang tahun kekasihnya di Indonesia. Menelpon Chanaka juga kresek-kresek suaranya.

Kesepian seakan-akan menjalar bersama udara dingin dari kakiku menuju badanku lalu menghimpit dadaku hingga sesak. Kesadaranku melawan! Aku sadar bahwa aku tidak akan membiarkan kesepian membunuhku. Setidak-tidaknya bukan sekarang. Walau bayang-bayang masa lalu ketika aku berencana bunuh diri tiba-tiba muncul di halte itu, aku sadar bahwa aku tidak boleh menyerah.

Bus datang. Lampunya menyinariku bagai lidah api yang memberiku pencerahan Roh Kudus. Aku masuk bus dan hangatnya bagai belaian Tuhan kepada anak-Nya ini. Aku masih termenung. Semua rasa kesepian dari SD, SMP, SMA, kuliah S1, hingga kini kuliah S2 masih menyesakkan dadaku. Namun aku berjanji tidak akan menyerah kalah dari kesepian.

Aku sampai di Weidedamm. Perasaanku sedikit lega. Aku masih murung. Aku berjalan pelan. Tiba-tiba aku terpeleset. Lututku tertarik seakan-akan mau lepas. Aku biarkan diriku jatuh di jalan. Aku tak mau otot sobek dan lutut lepas. Akupun teringat cedera olahraga ketika kuliah S1. Dua kali lututku lepas (dislokasi) dan harus pergi ke dokter. Yang kedua, aku dioperasi. Saat dioperasi berbarengan dengan kejadian aku tertipu oleh seorang wanita. Akupun menangis di jalan memegangi lututku yang nyut-nyutan sambil kepalaku pening terbayang-bayang memori masa lalu.

Kemudian kesadaran memanggilku. Aku memegang lututku dan ternyata tidak lepas. Aku segera berdiri lalu berjalan tertatih-tatih menuju pintu asrama. Kucek botol wine juga tidak pecah. Kutelpon Chanaka karena aku sudah tak percaya Si Cantik lagi. Chanakapun turun. Kubersihkan badanku sambil kugerak-gerakkan kakiku untuk memulihkanku dari rasa sakit akibat jatuh. Aku juga memikirkan bagaimana caranya menyembunyikan muka bétéku. Tahun Baru Cina adalah hari bahagia jadi aku tidak ingin membawa "Schlechte Laune" alias "bad mood".

Chanaka datang dan membuka pintu. Akupun tersenyum bahagia. Ternyata senyum dan suara Chanaka menghapus sebagian besar kesedihanku. Namun sedikit murung masih nampak pada wajahku. Supaya Chanaka tidak banyak bertanya, aku bercerita bahwa aku terpeleset di depan.

Aku bertambah bahagia ketika bertemu kawan-kawan. Zuo Lin menendangku karena aku berkata "Gong Xi Fat Choy" namun entah kenapa dia mendengarnya "Gong Xi Fuck You". Aku membantu Si Cantik menggulung-gulung makanan: Dumpling rebus. Chanaka juga penuh cerita asyik, selain kemampuannya yang pas-pasan dalam membuat koktail. Tak berapa lama, Mas Dalang dan Mba Dalang datang. Semua kesedihanku terhapus. Aku tak perlu menyembunyikan kesedihanku dengan Poker Face di wajahku.

Aku makin terharu ketika makan dumpling rebus gotong royong. Walaupun aku memiliki shio Monyet, aku seperti anjing. Selalu setia kepada mereka yang memberi makan. Makanya sahabat selalu ada untukku, dari perut turun ke hati. Siapapun yang memberiku makanan enak tidak akan pernah hilang dari hatiku.

Di Tahun Macan ini aku diramalkan akan beruntung jika mengambil resiko. Aku mengambil resiko untuk datang ke acara ini, walau ada kemungkinan diusir karena tidak diundang dan kemungkinan telpon tidak diangkat oleh Chanaka. Ternyata aku tidak salah pilih. Acara ini menghiburku sebelum memasuki masa pantang seminggu berikutnya.

OK, berita buruknya adalah di tahun Macan, aku akan kehilangan seorang teman.
Tapi aku tak mau memikirkan siapa yang akan hilang. Toh, aku sudah kesepian. Hilang beberapa, tidak bakal banyak berbeda.

Tak berapa lama kemudian, datanglah Jie Hui, Jessie, dan Kevin. Wah, teman kuliah pada datang. Kamipun bercerita banyak. Lalu hari semakin malam, orang-orang Indonesia keluar dari kamar Zuo Lin dan pindah ke kamar Mas Dalang dan Mba Dalang. Si Cantik lagi punya urusan di sana. Setelah itu, Si Cantik dan aku pulang naik bus bersama lalu dia berganti bus dan kamipun pulang ke rumah masing-masing.

Hari berikutnya, aku juga punya acara makan-makan yang lain. Hehehe.

Sunday, March 7, 2010

CeBit 2010

Jumat, 5 Maret 2010 kemarin, aku pergi ke CeBit di Hannover. CeBit termasuk pameran elektronika besar di seluruh dunia. Banyak perusahaan dari berbagai negara datang ke Hannover Messe untuk pameran ini. Mereka terbagi dalam beberapa hall.

Aku pergi ke CeBit bersama Adip dan Kang Joko Teguh. Terjadi kecelakaan di stasiun Sebaldsbrück yang menyebabkan busku terlambat dan kereta ke Hannover memiliki jalur berbeda. Untung saja, aku dan kawan-kawan tidak ketinggalan kereta jam 8.18.

Di CeBit ini, aku tertarik dengan Green IT di Jerman. Letaknya di Hall 8. Karena kami sampai dari gerbang Utara, kami berjalan dari Hall 2 menuju Hall 8. Di sini, aku banyak mengambil brosur berisi grafik-grafik mengenai penggunaan energi dan pembuangan limbah elektronika.

Hal yang menarik di sana adalah ternyata pengolahan limbah di Jerman dikerjakan oleh perusahaan swasta. Di kotaku, Bremen, terdapat beberapa Recycling Center. Mereka bertanggungjawab dalam mengambil sampah. Recycling Center dibentuk oleh komunitas dan disponsori oleh negara, dalam hal ini Pemerintah kota (Bremen). Rumah tangga memilah-milah sampah dan sampah dibuang pada tempat masing-masing. Recycling Center mengutus truk sampah dan tukang sampah mengambil beberapa sampah (Gelbesack, Restemüll, Biomüll, dan Papier). Kita harus membuang botol ke kontainer. Sampah lain harus dibawa ke Recycling Center atau minta mereka mengirim truk (tentu harus bayar).

Penjelasan:
  • Gelbesäck, untuk bungkusan makanan dari plastik, kaleng, kertas alumunium (kotak susu dan jus), botol plastik, dll
  • Biomüll, untuk sampah bio atau organik, seperti daun-daunan dan sisa sayuran.
  • Papier, untuk kertas dan karton
  • Restemüll, untuk sampah lainnya yang bukan bahan beracun berbahaya (B3) dan bukan barang elektronika.
Recycling Center menyerahkan sampah-sampah yang sudah dipilah-pilah tersebut ke perusahaan swasta yang memiliki pengolahan sampah. Sampah yang bisa didaur-ulang dipotong kecil-kecil jadi granulat lalu dikirim ke perusahaan lain yang mendaur-ulang. Sampah organik yang bisa jadi kompos dibuat untuk campuran tanah dan pupuk.

Kembali ke CeBit, aku juga pergi ke Hall 9. Di sinilah tempat pameran penelitian universitas di Eropa. Sayang sekali, aku kurang lama di sini. Jadinya aku tidak dapat melihat perkembangan riset. Padahal aku ingin lanjut Ph.D. di Eropa. Lumayan, aku bisa melihat robot quadrotor yang bisa terbang dan hebatnya robot ini dikendalikan oleh iPhone dengan WiFi-nya. Sebelumnya aku melihat video di IEEE Spectrum. Kali ini, aku bersyukur bisa melihat dengan mata kepala sendiri.

Tiba-tiba Joko menghilang. Beliau memiliki kegemaran menghilang tiba-tiba. Tanpa telpon, sehingga sulit dikontak. Hanya orang yang memiliki kemampuan dukun saja yang bisa menemukan Beliau.

Adip dan aku menuju Hall 12 dan 13 untuk melihat Broadband World. Aku berharap untuk mendapatkan gambaran mengenai MIMO OFDM. Ternyata isinya adalah perusahaan-perusahaan yang menjual perangkat untuk broadband maupun menggunakan broadband. Tidak terlalu menarik.

Setelah itu, kami menuju Hall 14. Di sinilah aku bisa melihat CeBit Girls yang cuma pakai celana doang dan atasannya dicat (Body Painting). Sebagai pria heteroseksual yang jomblo, aku tertarik melihat yang kaya begini. Kemudian berlanjut Hall 15, 16, 17.

Yang menarik berikutnya adalah Hall 23 yaitu Intel Extreme Master. Di sini, aku bisa melihat wafer Intel Core i5. Adip dan aku didatangi oleh salah satu bos Intel Jerman. Beliau bercerita banyak mengenai chip Intel, SSD, dan Intel Nerd. Kami bisa melihat dan menyentuh chip Intel yang tidak di dalam package: Core Duo, Core i5, Core i7. Ternyata besarnya lebih kecil daripada ruas ujung jari telunjuk. Yang bikin besar adalah packaging.

Banyak orang yang mengobrol dengan Adip karena dia memiliki aura anak UI yang jago ngomong. Jadi teringat Mbah Mova. Nampaknya aku harus belajar banyak dari alumni UI bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan menarik. UI di sini adalah Universitas Indonesia.

Sebetulnya banyak cerita CeBit lainnya yang tidak terlalu menarik bagiku. Waktu itu, Adip tertarik dengan Ubiquitous Computing. Dia tertarik dengan "meja" yang bisa menampilkan gambar bergerak dan bisa disentuh untuk mengendalikan gambar. Adip tertarik untuk bisnis alat ini di Indonesia. Kembali lagi, aku teringat Mbah Mova.

Setelah lelah, sekitar jam 4, Adip dan aku pergi ke Hannover HBf untuk mengambil kereta ke Bremen. Sesampainya di sana, kami membeli Berliner dingin yang murah. Di stasiunlah kesaktian teruji. Kami berhasil menemukan Joko Teguh di sana. Aku bilang Adip, hanya orang-orang yang bakal lama tinggal di Bremen yang bisa menemukan Joko. Hahaha! Adip pun berkata "Anjing! Sialan lu!". Nampaknya sih yang menemukan Joko adalah aku, bukan Adip. Sesama legenda Bremen memiliki kesaktian yang mendekati. Nampaknya aku bakal lama... sangat lama... lama sekali... tinggal di Bremen.

Kamipun kembali ke Bremen naik kereta membawa lelah dan suntuk, serta brosur tentu saja. Joko dengan kesaktiannya membuat kami bisa mendapatkan kursi di kereta yang penuh. Kamipun bisa tertidur dalam kereta dan tak harus berdiri.

Adip beruntung bisa berjalan bersama dua orang Legenda Bremen. Semoga dia tidak ikut menjadi legenda.

***


***

Friday, February 26, 2010

Angkot dan mobil polisi

Hari ini, Jumat, 26 Februari 2010.

Udara cerah. Pemandangan biru berhiaskan awan yang seperti kapas menghiasi langit hari ini. Angin sepoi-sepoi mendendangkan lagu kerinduan akan musim semi. Mungkin ini akhir kekelaman musim dingin.

Perutku lapar merindukan makanan Mensa Uni Bremen. Mensa tutup jam 2 siang. Akupun berlari menuju halte bus. Tepat waktu! Bus no.25 yang datang pukul 13.26 tidak meninggalkanku. Akupun sampai di Hauptbahnhof Bremen pukul 13.30 untuk menantikan Strassenbahn no. 6 yang akan datang pukul 13.34. Inilah angkot terakhir yang mengantarkanku ke Mensa. Angkot ini akan tiba di halte dekat Mensa pukul 13.49, sehingga aku punya cukup waktu berjalan menuju Mensa sebelum tutup.

Namun ternyata, terjadi hal yang di luar dugaan. Sang Angkot (Strassenbahn) menabrak mobil polisi. Hal ini diakibatkan oleh dua hal
  1. Polisi yang memarkir mobil dengan tidak benar
  2. Sopir Strassenbahn yang kurang bisa memperhatikan dimensi kendaraan yang dikendarai, plus kemampuan mengerem.
OK, Strassenbahn tidak bisa mengerem mendadak. Sesuai prinsip momentum, kalau dia mengerem mendadak, penumpang di dalamnya bisa celaka karena berjatuhan. Dulu pernah ada orang-orang tua yang jatuh lalu patah tulang, serangan jantung, dll.

Dalam hatiku, aku berpikir mengapa polisi memarkir mobil di halte. Halte kan tempat manusia bukan tempat parkir. Polisi yang aneh. Mungkin ada gera'an memberantas pengemis seputar stasiun. Tapi parkir yang bener, dong!

Seperti biasa, kecelakaan ini menyebabkan TKP harus dibiarkan untuk difoto-foto. Supaya terkumpul bukti siapa yang salah (atau paling salah) ketika kecelakaan. Hasilnya adalah mahasiswa-mahasiswi kelaparan pada gagal ke Mensa. Selain itu, tiga Strassenbahn terblokir karena Strassenbahn tidak mungkin keluar dari rel. Hanya bus saja yang bisa berbelok.

Akupun segera pergi membeli mie vegetarian di Mai Mai dalam Hauptbahnhof Bremen. Harganya 2,5 euro. Lumayanlah. Menu vegetarian di Mensa berharga 3,1 euro. Mie tersebut kubawa.

Oh, ternyata investigasi berakhir. Makananku baru kutelan sesendok (segarpu, karena aku pakai garpu). Akupun segera masuk angkot. Sebetulnya makan dalam Strassenbahn dilarang namun apa boleh buat, Mensa pasti tutup dan mie sebaiknya dimakan selagi hangat. Aku juga merasa tak enak dengan pandangan mahasiswa-mahasiswi lain yang kelaparan dalam Strassenbahn.

Ternyata angkot ini tidak sampai Uni. Kamipun harus diturunkan di Riensberg, halte dekat kuburan. Untung makananku sudah kuhabiskan dalam perjalanan. Kami harus menunggu angkot berikutnya.

Sesampainya di Uni, dengan ditemani segelas kopi, kubuat tulisan kaga penting ini sebelum kulanjutkan dengan coding C++ untuk thesis.

***

BTW, kira-kira apa yang terjadi di Indonesia kalau ada angkot menabrak mobil polisi?
Biasanya sopir angkot mudah menonjok. Tapi kalau menabrak mobil polisi, masihkah sopir angkot menabrak menonjok polisi?

Sunday, February 21, 2010

Baso Tahu Cinta & Siomay Senandung Rindu, Februari 2010

Baso Tahu Cinta, buruan katakan dengan Siomay...

Seminggu sebelum aku menjadi vegetarian, tepatnya Kamis, 10 Februari 2010, beberapa orang Indonesia di Bremen berkumpul untuk memasak bersama. Acara ini diadakan 4 hari sebelum Valentine yang katanya Hari Kasih Sayang. Oleh karena itu, acaranya dinamakan "Baso Tahu Cinta". Nama "Siomay Senandung Rindu" tidak ada hubungannya dengan album SBY yang kedua yaitu "Kerinduanku" tetapi berhubungan dengan rasa rindu kami akan tanah air tercinta yaitu Bandung eh Indonesia. Cuma beberapa di antara kami yang kangen Bandung.

Acara tersebut diadakan di Pondok Bu Sannyo G.. Yang hadir diurutkan sesuai urutan kedatangan
  • Mba Mia Maria (pembawa resep sakti Baso Tahu & Siomay bumi Parahyangan)
  • Nathan (putra dari Mia Maria)
  • Stella & Santi (pemimpin logistik, bahan penting dibawa oleh Tante yang cantik ini)
  • Tim (pembuat siomay)
  • Condro (orang stress, musti meremas-remas adonan supaya stressnya hilang)
  • Rudolf (pembuat siomay)
  • Mba Pau (tester makanan)
  • Wahju (fotografer dadakan)
  • Novi (pemotong udang)
  • Riri (tester makanan)
  • Mas Yadi
Sekitar jam 12 siang, Mba Mia datang bersama Nathan. Kemudian akibat miskomunikasi antara Stella dan Mba Pau, aku harus menunggu 1 jam lebih di HBf Bremen. Mba Pau tidak mengerti konstelasi politik di Bremen jadi sulit sekali menjelaskan padanya mengenai siapa datang bareng siapa dan kapan datangnya serta bagaimana. Riri yang penuh kebimbangan juga terlibat dalam keputusanku menunggu di HBf tersebut.

OK, sebetulnya aku menunggu Tim di HBf atas permintaan Riri, yang sebelumnya bilang tidak bakal datang. Aku bilang jam satu aja karena sebelumnya aku harus mengurus hal-hal administratif di Uni Bremen. Tetapi Tim harus menandatangani kontrak kerja. Mba Pau juga ikut janji ketemu di jam yang kira-kira sama. Akan tetapi rencana buyar. Stella lagi pantang menerima telponku, jadinya Mba Pau menelpon Stella. Lalu Mba Pau menunggu Stella yang tak kunjung tiba. Aku menemani Mba Pau di HBf. Aku bosan dan menelpon Rudolf. Ternyata beliau punya urusan di perpustakaan Uni Bremen. Kutunggu Rudolf di HBf. Akhirnya kami bertiga (Rudolf, Mba Pau, dan aku, Condro) pergi ke Pondok Bu Sannyo G. Ternyata Stella dan Tim sudah di sana. Surprise, Surprise.

Rudolf dan Tim yang kelaparan segera makan. Condro menemani mereka makan atas dasar solidaritas ( :-p hehehe). Stella sudah mulai menyiapkan adonan di dapur. Aku tidak kebagian acara meremas-remas adonan lagi, sama seperti kejadian Workshop Pempek Palembang. Harus kuakui bahwa Stella meremas lebih baik dariku. Tak berapa lama kemudian, pasutri kesayangan Stella hadir, yaitu Mas Wahju dan Mba Novi. Mba Novi pun membantu menyiapkan udang, tahu, dll. Sedangkan aku kebagian kegiatan memasukan adonan ke dalam tahu dan paria. Setelah itu, datang Riri yang tampil modis dengan pakaian hitam ditutupi dengan kain kuning.

Ada dua macam adonan saat itu: adonan ikan dan adonan udang. Keduanya diolah oleh Stella. Jadi aku betul-betul kaga kebagian acara meremas-remas adonan. Aku mengakui bahwa kemampuanku dalam meremas kalah jauh dari Beliau.

Setelah usai dengan memasukkan adonan ke tahu, kulit siomay, dan paria, tentu saja ada makanan harus dimasak. Dikukus dan digoreng! Aku lebih suka yang dikukus karena trauma dengan siomay goreng di Jerman yang rasanya eneg. Tapi gorengan Bu Sannyo menghilangkan traumaku. Ternyata teknik menggorengnya mantap, siomay kaga eneg dan batagornya enak.

Batagor = Baso Tahu Goreng
Batakus = Baso Tahu Kukus

Kemudian, terakhir datanglah Mas Yadi. Beliau pulang kerja dan merasakan kenikmatan Baso Tahu Cinta & Siomay Senandung Rindu.

***

OK, sekarang mengenai resep Baso Tahu Cinta dan Siomay Senandung Rindu.

Bahan adonan:
  • pasta ikan, dibeli di toko Asia
  • udang, sepertinya dibeli di toko Asia
  • ayam
  • aci (tepung tapioka), sepertinya dibeli di toko Asia
  • bawang putih
  • telur
  • minyak wijen
  • garam
  • gula (kalau tidak pakai vetsin atau MSG)
  • air secukupnya
Adonan I menggunakan pasta ikan (dan mungkin juga ayam, sorry kaga lihat), sedangkan adonan II menggunakan udang dan ayam. Lebih gurih yang adonan II karena kolesterol dari udang memang lezat.

Bahan non adonan:
  • tahu
  • paria
  • kulit siomay (W****, namanya lupa)
Cara pembuatan adonan I:
Pasta ikan (plus ayam dipotong-potong) dicampur bawang putih kemudian diaduk-potong, lalu diberi aci, garam, gula, dan air secukupnya. Diaduk-aduk dan diremas seperlunya. Kemudian diberi minyak wijen. Lalu sebutir telur. Remas-remas lagi seperlunya. Jadilah adonan tersebut. OK, ada yang lupa, selain minyak wijen, ditambah juga minyak ikan supaya punya aroma ikan.

Cara pembuatan adonan II:
Pasta ikan diganti dengan udang dan ayam yang dipotong-potong. Diblender sedikit lalu dicampur aci dll sama seperti membuat adonan I.

Setelah adonan jadi, barulah bisa acara memasukkan adonan.

Cara pembuatan siomay:
Masukan sesendok kecil adonan ke dalam kulit siomay. Bungkuslah dengan sedikit terbuka seperti bentuk bunga mekar.

Cara pembuatan baso tahu:
Potonglah tahu menjadi bentuk prisma segitiga. Pada sisi diagonal, goreslah secukupnya. Masukan sedikit adonan ke goresan tersebut dan tempelkan menutupi diagonal tersebut.

Cara pembuatan paria isi:
Potong paria jadi dua. Buang isinya. Lalu masukkan adonan hingga mengisi paria.

Berikutnya ada pilihan mengolah masakan ini:
  1. Kukus
  2. Goreng
Yang dikukus adalah Baso Tahu, Siomay, Paria Isi
Yang digoreng adalah Baso Tahu dan Siomay, menjadi batagor. Paria tidak lazim kalau digoreng.

Cara mengukus yang baik adalah tunggu air mendidih, kemudian taruhlah makanan tersebut di atas air mendidih.
Cara menggoreng yang baik adalah tunggu minyak "mendidih", kemudian gorenglah makanan tersebut lalu segera angkat setelah masak. Tiriskan dari minyak. Biasanya hasilnya tidak akan membuat eneg. Jadinya jangan merendam dalam minyak terlalu lama.
BTW, aku tidak melihat proses penggorengan ini karena aku diusir dari dapur karena dituduh menggoda wanita. Jadinya aku hanya menduga-duga proses masak ini.

OK, setelah dikukus, paria isi dipotong-potong dengan ukuran sesuai keinginan.

Baso Tahu, Siomay, dan Paria Isi disajikan dengan saos kacang dan kecap manis secukupnya. resep saos kacangnya tidak tahu.

***

Baso Tahu Goreng
(hasil masakan kami)



***

Baso Tahu Kukus
(hasil masakan kami)


***

Baso Tahu dan Siomay ini mengingatkanku akan Bandung, kota asal makanan ini dan tanah kelahiranku. Rasanya mengobati kerinduanku. Apalagi makanan ini dipenuhi sentuhan cinta dari orang Bandung yang merantau ke tanah Bremen. Saos kacangnya memang mengurangi rasa kangen akan Bandung tetapi baso tahu dan siomaynya memang asli rasa Bandung. Tapi membuat saos kacang ala Bandung membutuhkan "effort" dan "cost" yang lebih, jadinya hasil ini cukup optimal.

Akhir kata, yang tak segera berakhir, aku mengucapkan terima kasih kepada
  • Bu Sannyo, atas rumahnya dan alat-alat masaknya, serta olahan di dapur
  • Mba Mia Maria, atas resepnya
  • Stella & Santi, yang cantik, atas bahan-bahan masak dan segenap kegiatan mengolah di dapur serta improvisasi atas resep.
  • Kawan-kawan yang melengkapi acara ini, baik yang cuma jadi tester maupun yang terlibat dalam memasak.
***

OK, selain baso tahu dan siomay, kami juga masak sate. Tapi itu cerita lain.

Tuesday, February 9, 2010

Haferkampung

Haferkampung adalah sebuah film seri. (Film? Ini kisah nyata, lho)

Serial ini tidak bercerita tentang kehidupan orang di Melrose Place (dan seri barunya), melainkan di sebuah rumah dekat halte Haferkamp di Bremen. Jadi kaga ada Heather Locklear atau Alyssa Milano di serial ini. Haferkampung adalah wisma mahasiswa Indonesia plus-plus, maksudnya plus Singapura, Malaysia, dan Rusia.

Haferkampung adalah rumah dekat halte Haferkamp dan di atas sebuah kafe bernama Legend. Halte Haferkamp ada tiga:
  • dekat Penny, tempat beli kebutuhan sehari-hari. Penny ini adalah sumber logistik warga Haferkampung. Halte ini adalah akses ke stasiun utama Bremen (Hauptbahnhof), dilalui angkot no. 10 dan N10 (Strassenbahn).
  • dekat taman, tempat Grillen (bakar-bakar daging, sate, dll) dan olahraga warga Haferkampung beserta teman-teman mereka. Halte ini adalah akses ke pusat kota Bremen, yaitu Domsheide. Halte ini dilalui angkot no. 2 (Strassenbahn).
  • depan kafe Legend, artinya depan rumah mereka langsung. Halte ini adalah akses ke Gropelingen Ghetto, tempat membeli paha ayam ukuran maha agung. Halte ini dilalui angkot no. 2, 10, dan N10 (Strassenbahn).
Serial ini sudah melewati banyak "season" atau "Staffel". Pemainnya banyak berganti. Namun kisah di Haferkampung selalu menggemaskan, hangat, dan penuh kenangan.


Season 1 : Haferkampung
Pemain utama:
Suatu hari di musim gugur 2007, tepatnya 30 Oktober 2007, asap keluar dari suatu dapur di rumah yang sudah berlumut dekat Wallering, Bremen. Rumah tersebut sebelumnya kebanjiran akibat pipa yang bocor. Selain banjir, lumut kerak, jamur, dan makhluk hidup lainnya mulai mengganggu penghuni rumah. Vita pun marah, dia membakar rumah. Rumahpun penuh asap bagai kisah Ramayana ketika Hanoman membakar Alenka (ada soundtrack lagu dangdut Hanoman Kobong, lho). Saat itulah hari kepindahan Vita dan Ucup ke Haferkampung.

Suatu hari di musim sebelumnya, di suatu pertapaan yang jauh, yang hanya bisa dilewati melalui hutan gelap Hueckelriede, seorang bernama Dendy gundah. Dia gundah karena Fortress of Solitude yang dimilikinya terlalu kecil untuk istrinya (Eva) yang akan datang ke Bremen. Dendy pun memikirkan untuk pindah dari tempat gelap tersebut. Habis gelap terbitlah terang! Dendy berencana pindah ke Haferkampung.

Haferkampung...
...rumah impian...
Berempat bersatu dalam cinta dan persahabatan...
...yang hangatnya bagai pelukan ibunda bagi banyak orang Indonesia di Bremen

Serial inipun dimulai dengan intrik internal warga Haferkampung dan eksternal pengunjung rumah ini.

***

OK, prolog sebelumnya perlu lebih dijelaskan lagi. Vita dan Ucup pindah karena rumah lamanya kebanjiran akibat pipa bocor. Asap tersebut karena Vita lupa mematikan kompor listrik dan ada bahan mudah terbakar yang ditaruh di atas kompor. Tidak ada api, tapi ada asap akibat kayu tatakan yang terbakar. Namun bencana itu berhasil diatasi oleh Pahlawan Pembela Kebetulan dari Sabang (tidak sampai Merauke), sehingga kebakaran tidak bereskalasi secara luas.


Season 2 : New Haferkampung
Pemain utama:
Suatu hari di akhir musim semi 2008, Dendy dan Eva pindah ke Hamburg karena Dendy sudah lulus kuliah dan memiliki pekerjaan baru. Di tempat lain, Yean Sin, seorang mahasiswi asal Singapura, terusir dari sebuah rumah di asrama mahasiswa Findorff dekat halte Weidedamm dekat taman kota Bürgerpark. Dia terusir karena rayuan seorang Casanova (maksudnya Nathaniova). Yean Sin harus menemukan rumah baru dan hatinya tertambat di Haferkampung. Dia mulai menebarkan keceriaan baru di rumah tersebut menggantikan Dendy dan Eva.

Haferkampung...
...All good things go by three.


Season 3 : Summer of Joy (Kerinduan)
Pemain utama:
Suatu musim panas 2008, Ucup harus menjalankan Dharma Mahasiswa di Pulau Dewata. Untuk waktu yang singkat tersebut, Faris, seorang mahasiswa asal Malaysia, menggantikan Ucup. Saat inilah keahlian memasak warga Haferkampung terasah semakin dalam karena ada Faris yang menjadi tester masakan tersebut. OK, kemampuan bersih-bersih juga meningkat karena biasanya selain rajin masak, Ucup yang paling rajin bersih-bersih.

Season ini singkat bukan karena ada demo penulis di Amerika Serikat melainkan karena kerja praktek Ucup di Bali emang singkat.

Diduga SBY (Presiden Indonesia) membuat album "Kerinduanku" terinspirasi dari ide season 3 Haferkampung ini.


Season 4 : Ucup Strikes Back
Pemain utama:
Awal musim gugur 2008, Ucup kembali ke Haferkampung membawa segenggam rindu dan sepotong cerita. Yean Sin dan Vita menyambut Ucup dengan segenggam tepung. OK, kaga tahu berapa genggam, yang jelas Ucup penuh tepung. Karena tidak ada kanibalisme di Haferkampung, tidak mungkin ada Ucup Goreng Tepung atau Ucup Schnitzel.

Saat inilah, Ucup menjadi ketua PPI Bremen. Ucup membuat Haferkampung bagai mentari yang menerangi dan menghangatkan jiwa pemuda-pemudi Bremen (dan Bremerhaven serta Emden).

Di akhir season ini, Yean Sin disuguhi Stripper dadakan. Kenapa sampai begitu?


Season 5 : A Walk to Remember (Ingatlah Hari Ini)
Pemain utama:
Musim semi 2009, Yean Sin lulus kuliah dan diterima Ph.D di Frankfurt. Pesta perpisahan mengundang Stripper dadakan untuk Yean Sin. Sayang sekali strippernya gemuk (tapi lentur dan boleh dibilang lincah) jadi Yean Sin pun langsung eneg. Yean Sin diganti oleh Nora, mahasiswi SGU yang menjalankan Dharma di Bremen. Ini adalah perpisahan pertama pada season 5.

Awal musim panas 2009, PPI Bremen di bawah kepemimpinan Ucup von der Haferkampung berhasil membuat acara kesenian Indonesia di Bremen. Acara ini sudah direncanakan sebelum Haferkampung berdiri dan baru terjadi sekarang akibat angin cinta dari Utara menghembus hingga Bremen. Negeri Cinta tersebut adalah Bremerhaven. Tokoh-tokoh baru Bremerhaven menambah pemain dalam Indonesian Day di Bremen. Intrik cinta tokoh Bremerhaven inilah yang membuat serial ini semakin seru.

Awal musim gugur 2009, perpisahan pun terjadi. Satu pemain sampingan yaitu DJ Ipon lulus kuliah dan pindah ke Berlin. Hah, siapa itu DJ Ipon? Sorry, tadi lupa disebutkan. Pada season 1, DJ Ipon mengenalkan Yean Sin kepada Vita dan Ucup. Tanpa DJ Ipon, cerita season 2 dan season 4 bakal berbeda. DJ Ipon juga pernah jadi ketua PPI Bremen abad 21 dan selalu mengingatkan orang Indonesia untuk membuat acara Indonesian Day.

Perpisahan paling mengharukan pada season 5 adalah perpisahan Vita. Dia tokoh utama Haferkampung selama 5 season. Dia lulus kuliah dan pindah ke Jakarta yang jaraknya seperempat keliling bumi dari Bremen. Cowok-cowok fans berat Vita di Bremen terharu menyaksikan akhir season 5.

Haferkampung...
...pertemuan adalah awal dari perpisahan


Season 6 : Haferkampung Sunrise (Terbitnya Sang Surya)
Pemain utama:
Sepeninggal Vita, datanglah Surya yang menggantikan Vita. Surya adalah mahasiswa kimia asal Papua, yang sempat kuliah sebentar di UGM, Yogyakarta. Dia senang bercerita sehingga Haferkampung bagai negeri dongeng. Orang menjadi senang ke wisma tersebut mendengarkan cerita Negeri Sang Surya, yaitu Papua (dan Yogyakarta).

Pada season 1, ada Pahlawan Pembela Kebetulan dari Sabang (tapi tidak sampai Merauke) dan pada season 6 inilah kosmologi Haferkampung dilengkapi dengan mahasiswa asal Jayapura (lumayanlah masih satu pulau dengan Merauke, daripada tidak ada sama sekali). Soundtrack season ini adalah "Dari Sabang sampai Merauke", berjajar pulau-pulau. Aceh merdeka dan Papua merdeka!

Nora juga digantikan oleh Aneta, mahasiswi dari pegunungan Kaukasus di Rusia, rekan kuliah Vita. Sebetulnya Aneta sudah muncul dari season 1 tapi bukan sebagai pemain utama. Aneta juga lebih mencintai Kaukasus yang tak berhubungan dengan Rusia. Kaukasus merdeka!

Season ini berlangsung singkat karena Aneta pergi ke Lebanon. Dia pergi bukan untuk mendukung Palestina merdeka namun untuk senang-senang dan belajar hal baru.


Season 7 : Haferkampung Extreme (Karma dan Dharma)
Pemain utama:
Akhir musim gugur 2009, Lia menggantikan Aneta. Lia adalah mahasiswi psikologi Bremen. Dia sudah muncul sejak season 3. Pada season 5, kemunculannya semakin sering. Pada season 7 inilah, Lia menjadi tokoh utama. Dia salah satu orang yang membawa keceriaan Haferkampung selain Ucup.

Pada season 7 ini, kosmologi asap mengalami keseimbangannya. Ini adalah karma. Pada season 1, rumah lama diasapi oleh Vita karena kelalaian mematikan kompor. Kali ini Haferkampung diasapi secara sengaja dengan batang yang menyala. Batang yang membawa kebahagiaan sejenak. Nikotin memang enak.

Kosmologi air juga mengalami keseimbangannya. Karma kedua. Pada season 1, rumah lama kebanjiran akibat pipa yang bocor. Pada season 7 ini, kran dapur sempat lepas (atau patah). Surya dan Ucup harus mengembalikan kosmologi air bah. Banjir pun tidak terjadi karena keseimbangan antara yin dan yang tercapai. Surya dan Ucup menjalankan Dharmanya dengan sukses.

Season ini diakhiri dengan rencana Ucup menjalankan Dharma Mahasiswa di Berlin.

Haferkampung...
...What goes around comes around


Season 8: P2P (Haferkampuang nan jauah di Mato)
Pemain utama:
Akhir musim dingin, menuju musim semi 2010, Ucup pergi ke Berlin dan digantikan oleh Rio. Lia adalah orang Padang yang Malang (maksudnya keturunan Padang, tinggal di Malang) sedangkan Rio asli Padang. Selama waktu yang singkat Rio tinggal di Haferkampung.

Haferkampung P2P adalah Haferkampung Padang Padang Papua. Kayanya cuma Lia yang pake protokol P2P untuk download film (P2P = Point-to-point). Surya masih menggunakan protokol HTTP dan RTP untuk download film.

Surya dan Lia menghadapi Dharma masing-masing, yaitu ujian. Keduanya berjuang keras melawan rasa malas. Ujian inilah penentuan kelangsungan hidup keduanya di Bremen.

Bagaimanakah cara Surya dan Lia mengungkapkan kerinduan mereka akan Ucup?
Saksikanlah serial Haferkampung ini!

Wednesday, February 3, 2010

Sabtu akhir Januari 2010

Sabtu lalu, 30 Januari 2010...
...ada apa?

***

Kisah ini bermula Kamis lalu, ketika Si Cantik tidak membalas telponku. Sehari kemudian, aku mendengar suara merdunya melalui telpon dari Mas Dalang. Mereka mengajakku jalan-jalan ke Bremerhaven pada hari Sabtu. Aku memberi sinyal positif kepada mereka.

Sabtu pagi (lebih tepatnya siang), kami berlima:
  • Aku (punya keahlian memprediksi kenyataan dari gosip menggunakan Kalman Filter)
  • Si Cantik (punya keahlian bikin orang tampil ganteng atau cantik di foto)
  • Mbak Sapu Jagad (punya keahlian bersih2: nyapu, ngepel)
  • Mas Dalang (Dalang Java Script)
  • Mba Dalang (istri Mas Dalang, jago main gamelan, lho)
kumpul di HBf Bremen
(urutan di atas ditulis berdasarkan orang2 yg kutemui pertama kali)

Kami pun naik kereta RE jam 10.56 tidak terlambat. Dari Bremen menuju Bremerhaven butuh sekitar 30 menit. Sesampainya kami di sana, kami berjumpa dengan Mbau Pau. Kami naik bus cinta di Bremerhaven menuju Pondok Indah Mbau Pau.

Di rumah beliau kami disuguhi dengan makanan spesial mahasiswa, yaitu Pizza. Di rumah tersebut ada bola sakti buat olahraga. Semua mencoba bola ini untuk mencoba-coba latihan pengencangan perut.

Sesudah itu, kami berenam pergi keliling kota. Kami menuju Klimahaus. Aku satu-satunya yang belum pernah melihat dan masuk gedung tersebut. Para cantik melakukan window shopping, Mas Dalang foto2, sedangkan aku bolak-balik kaga ada kerjaan. Mas Dalang dan Si Cantik membawa DSLR sehingga aku dan kawan2 yang tidak bawa kamera jadi model.

Setelah window shopping dan foto-foto dalam Klimahaus, kami pun melihat Sonnenuntergang (alias sunset alias terbenam). Saat itu indah. Susah diungkapkan dengan kata-kata. Keindahan Rayleigh Scattering, diabadikan dengan kedua kamera. Tubuh kamipun memperindah siluet pada hasil jepretan kamera. Keindahan Mie Scattering ditambah acara loncat bersama menjadikan suatu foto profil baru kami di Facebook (Baru diganti Senin awal Februari kemarin hingga waktu yang tak ditentukan).

Udara Bremerhaven saat itu lembab dingin berangin. Tangan menggigil kemerahan. Tapi asyik bisa melihat keindahan matahari terbenam. Aku jadi ingat masa lalu diriku di Bandung yang suka memandang sunset dari atap rumahku. Lebih indah daripada sinetron di televisi.

Kamipun (minus Mbau Pau) kemudian naik kereta kembali ke Bremen. Kami lelah. Dari kereta tersebut aku melihat bulan purnama tampil dengan anggun, percaya diri dan tidak bersembunyi di balik awan. Sayang sekali keindahan purnama tidak bisa kusaksikan bersama Si Cantik. Beliau terlalu lelah hingga tidur bersenderkan jendela.

Aku teringat masa lalu diriku yang memuaskan dahaga jiwaku memandang keindahan bulan. Aku tak peduli apakah bulan menampilkan keanggunan purnama atau senyum manis bulan sabit. Kadang aku gemas ketika bulan malu-malu bersembunyi di balik awan. Bulan selalu setia menemani hari-hariku yang sepi. Sampai kini, aku belum menemukan wanita yang mau memuaskan jiwa dengan memandang bulan bersamaku.

Sesampainya di Bremen, kami berpisah. Yang lain pulang ke rumah masing-masing. Aku pergi ke acara ESG Bremen. Di sana ada acara perpisahan Pastorin dan ada makanan gratis. Dasar nasib anak kos, aku tak bisa bebas dari kecanduanku akan makanan gratis. Kali ini aku satu-satunya orang Indonesia sendirian di sana. Paha ayam besar khas Gropelingen hasil masakan Memo (Mohammed) tersaji di sana. Anggur (Wine/Wein) gratis ada juga. Tentu saja bir gratis. Aku hanya minum anggur supaya tidak hangover hari esoknya.

Acara perpisahan berisi persembahan acara dari setiap kegiatan di ESG. Karena aku telat datang, aku kehilangan 1 jam acara. Namun aku bisa menikmati kor ESG, yang kurang kompak dan kurang pria tapi lagunya bagus. Kemudian makan-makan tadi. Lalu mendengar Sawa, perempuan dari Togo, menyanyikan lagu "One Last Cry" dari Brian McKnight. Ada pula acara yang disajikan theater improvisasi "efKaKa". Juga ada acara tebak kopi, mengingat ESG terlibat dalam penjualan kopi Fair Trade. Kopi mana yang dijual ESG? Kemudian ada Tango bersama Pastorin. ESG juga punya kegiatan Tango Argentino. Malam hingga pagi, acaranya dilanjutkan dengan dugem.

Aku pulang jam setengah dua, karena aku kangen ranjang. Sialnya aku kebelet pipis. Sesampainya di rumah, WC dipakai oleh teman kosku. Ah Tidak! Kok dia belum tidur. Aku masuk kamar menunggunya selesai dengan urusannya. Ternyata lama sekali. Akhirnya aku mencari botol bekas. Tergesa-gesa, anuku tidak bisa masuk botol. Sebagian air seni muncrat membasahi celanaku. Untung tidak banyak, karena aku berhasil mengarahkan air seni ke dalam botol. Ternyata aku pipis hampir setengah liter. Botol nyaris terisi penuh. Setelah itu, aku mengelap daerah-daerah kamarku yang terpercik air seni dan membuang isi botol ke toilet. Tentu saja botol kubilas karena aku masih megang botol tersebut untuk Pfand di ALDI, sehingga bisa kutukar dengan uang.

***

Betul-betul Sabtu yang penuh pengalaman indah yang mengisi dahaga jiwaku akan hangatnya persahabatan dan kerinduanku akan pengalaman baru.

Apa lagi, ya, pengalaman berikutnya?


Monday, February 1, 2010

Kamis akhir Januari 2010

Kamis lalu, tanggal 28 Januari 2010, aku pergi ke Master Office dalam rangka mengurus surat thesis yang terdapat kesalahan nama Profesor. Aku sudah memulai thesis sejak 10 Desember 2009. Tetapi surat baru datang minggu kedua Januari. Surat thesis yang salah tersebut juga kupakai untuk memperpanjang visa 19 Januari 2010. Ternyata berhasil.

Setelah berhasil memperpanjang visa, aku mencoba mengurus ke Master Office yang bukanya hanya Selasa dan Kamis. Tapi karena kesibukanku dengan programming dan webinar IEEE, urusan ini tertunda. Yah, akhirnya kesampaian juga Kamis 28 Januari itu.

Kamis itu, dari rumah, jalan kaki lalu naik bis sampai HBf Bremen. Di depan stasiun pusat Bremen tersebut, terdapat demo pelajar. Tema demonya adalah pendidikan. Tentu saja karena mereka anak sekolah. Saya kurang tahu tuntutannya apa saja, tapi berhubungan juga dengan kekurangan guru untuk bidang tertentu, serta pendidikan yang makin tidak manusiawi (waktu pendek dan bahan ajar padat).

Demo pelajar tersebut diiringi suatu melodi musim dingin. Salju turun perlahan dengan angin semilir. Demo di bawah salju namun para pelajar tetap berdiri dan satu orang menggunakan pengeras suara meneriakkan tuntutan demo. Terkesan heroik juga, sih.

Di Indonesia, di berbagai tempat di kota besar, juga terdapat demo. Tentu saja tuntutannya berbeda dengan para pelajar Bremen. Di Indonesia, tema demo adalah 100 hari pemerintahan SBY. Sebagian berkata SBY gagal. Sebagian mengaitkan SBY dengan kasus Bak Century.

Seratus hari itu kira-kira 3 bulan. Sedangkan Pemerintahan punya periode 5 tahun. Kurang asyik kalau bilang gagal hanya dari 3 bulan di banding 60 bulan. Mungkin mental sebagian bangsa Indonesia mirip dengan kisah Bandung Bondowoso tentang membangun 1000 candi dalam semalam, yang ingin serba instan. Ternyata membangun 1000 candi tidak bisa sendirian, Bandung Bondowoso melakukan outsourcing, yang ternyata gagal karena kurang 1 candi. Ingat, ya, nak, sistem kebut semalam itu tidak baik buat kesehatan.

Kembali ke hari Kamis tersebut, selain ada dua demo (di Bremen dan di Indonesia), aku sukses mengurus nama Profesor di selembar kertas. Senangnya hatiku saat itu. Aku menikmati makan di Mensa Uni lalu aku kembali ke rumah. Kali ini aku mengurus bantuan finansial dari ESG Bremen. Fotokopi ini-itu dan print ini-itu. Aku juga menyerahkan dokumen kepada sekretaris urusan mahasiswa internasional di ESG Bremen. Semoga aku bisa mendapat bantuan finansial untuk menyelesaikan thesis. Aku senang karena urusan administrasi sudah beres.

Kemudian aku pergi lagi ke uni. Kali ini aku menonton presentasi Natasha. Beliau bercerita mengenai "Multipath Routing", tentu saja untuk perangkat bergerak (mobile devices). Sebelumnya ada presenter yang berbicara tentang LTE (Long Term Evolution). Kedua pembicara menceritakan hal-hal tentang telekomunikasi. Menarik! Semoga Jerman dan Indonesia dalam waktu dekat segera memasang jaringan LTE.

Sesudah itu, aku menelpon Stella untuk berbagi kebahagiaan hari Kamis tersebut. Ternyata gagal. Diduga beliau kuliah atau sedang sibuk dengan Dharma Mahasiswi lainnya. Akhirnya kusimpan kebahagiaan ini untuk diriku sendiri saja. Aku pun mengantar Natasha ke HBf Bremen sekalian mendengar ceritanya tentang flu dan antibiotik.

Karena kesepian dan tak bisa berbagi kebahagiaan, nampaknya sejak Kamis itulah aku menulis banyak pos mikroblogging yang memenuhi status di Plurk, Twitter, dan Facebook. Indahnya salju, beresnya urusan administratif, dan lain-lain kusimpan dalam hati saja. Tiada tempat untuk bercerita. Yah, mau apa lagi. Hidup di rantau memang harus selalu siap menghadapi kesepian.

Semoga tahun ini, aku sanggup "survive" menghadapi kesepian.