Tuesday, April 6, 2010

Hari pertama kuliah Semester ke-9

Bremen, 6 April 2010, tepatnya hari Selasa,

Hari yang indah dengan udara cerah. Angin sejuk bertiup sepoi-sepoi mengikuti alunan musim semi. Bersama hangatnya mentari, Sang Bayu membelai wajahku yang berpelembab.

Oh, ya, kumulai hari ini dengan ritual sederhana: sarapan roti, pisang, dan jus apel. Sarapanku kubarengkan dengan membaca email. Seperti hari biasa yang tidak terlalu istimewa. Entah kenapa, aku ingin mandi. Biasanya aku malas melakukan ini. Namun, keinginan untuk membasuh diriku dengan air hangat membuatku menikmati mandi. Semburan shower memijat punggungku laksana belaian hangat wanita yang kurindukan. Sedikit obat untuk pria kesepian ini. Butiran air yang memantul dari badanku berkilauan bagai permata mengingatkanku akan kemilau mata wanita itu. Seusai mandi, kupakai pelembab wajah murahan dari ALDI. Yang tak mempan menjaga wajahku dari kekeringan. Nampaknya aku perlu beli pelembab baru.

Aku pun pergi ke kampus Uni Bremen naik angkot tercinta. Teringat aku belum membeli rantai sepeda. Ah, mungkin minggu depan saja, aku sibuk dengan thesis hari ini. Bus 25 berisi banyak gadis belia cantik. Mereka terlalu muda ditambah pikiranku dan perasaanku tertuju pada seorang wanita yang telah mengucapkan mantra yang tepat untuk menggerakkan hatiku. Dua halte dan sampailah di stasiun utama. Kutunggu sebentar, Strassenbahn 6 membawaku ke Uni. Tak terlalu penuh. Kusadar bahwa sekarang sudah semester ke-9, kulalui jalur ini. Sedangkan aku belum juga lulus master yang cukup ditempuh 4 semester. Plus, belum terlalu sukses dalam mencari jodoh.

***

Aku menuju Uni untuk berkumpul bersama Elektro Ceria Bremen: Meity, Natasha, Yonathan tanpa Kuncen Sakti Kuburan 24. Di Strassenbahn, bertemu Meity. Beliau baru pulang liburan ke Indonesia dan membawa segudang cerita asyik pengalamannya. Kemudian sesampainya di Mensa, kami berdua secara tak terduga bertemu Novi (Bu Dalang). Bertiga menunggu Natasha dan Yonathan. Akhirnya mereka datang. Yonathan dan aku membeli Essen I yang murah. Yang lain nampaknya membeli salat. Kami juga bertemu Tim, teman Jerman yang mengelola yayasan di Indonesia. Tapi Tim tidak duduk bersama kami berlima.

Di meja tersebut, kami mengobrol ceria tentang banyak hal. Topik pernikahan 10 milyar Nia Ramadhani. Liburan Meity ke Bali dan Manado. Kupernya Yonathan. Profesor yang résé. Jurusan baru Meity. Beratnya ujian. Dan banyak hal lainnya. (Buat Widha, kami juga ngobrolin tentang dikau, hehehe). Ternyata ada dua warga Haferkampung yang menghampiri kami: Ucup dan Lia. Keduanya mendengar obrolan khas Indonesia yang ekspresif, keras, penuh tawa ngakak, dan tak penting. Basa-basi sejenak, keduanya lalu memilih tempat lain.

Seusai makan siang bersama, kami berpencar. Mba Novi pergi bersepeda menuju sebuah tempat perjanjian. Yonathan dan aku pergi ke kafetaria GW2 untuk mengerjakan thesis masing-masing. Natasha mengambil tas di NW1 sebelum bergabung bersama kami berdua di GW2. Meity pergi bekerja.

***

Di kafetaria GW2, kumulai thesis dengan membaca paper dan membuka source code program demi mencari rumus sakti. Ternyata paper tak kubawa, namun aku punya versi digitalnya. Yonathan nampaknya membaca paper juga. Tapi mengapa layar monitorku berisi berita "Susno"? Baru 5 paragraf berita tentang Indonesia, aku langsung ilfil. Aku sudah memutuskan ikatanku dengan Indonesia, jadinya aku sudah merasa "I don't belong to Indonesia anymore". Thesis jauh lebih penting.

Tak berapa lama kemudian Natasha singset datang membawa gosip. Cerita tentang seorang kawan Pakistan yang mendua (atau mentiga?). Orang ini memiliki teman "tandem with benefit", walau sudah punya pacar. Minggu lalu, kulihat dia berciuman di Kafetaria ini. Kali ini, Natasha dan Meity melihat dia berciuman di halte. Moto hidupku adalah "Tanpa gosip, dunia runtuh". Jadinya aku selalu tertarik mendengar gosip. Ujung dari gosip ini adalah mengapa aku tetap jomblo sedangkan teman Pakistan tadi bisa "menikmati masakan Jerman" walau udah punya pacar, hehehe. Selain itu, Natasha pun kamiceritakan tentang fans beratnya, yaitu teman kosku yang sekarang. Teman kosku lagi bertapa di kamarnya demi ujian yang sama dengan Natasha pada keesokan hari.

Bertiga di meja kafetaria, kami membangun mimpi kami. Yonathan menuntaskan project sembari memulai thesis. Natasha belajar Speech Processing II demi ujian esoknya. Aku berkutat dengan analisis data EEG dari kepalaku sendiri. Semuanya membawa harapan akan masa depan cerah seperti cuaca Bremen hari ini.

Memang asyik belajar bersama. Ketika satu ingin pergi, kawan lain menjaga laptop dari tangan jahil. Aku bisa ke toilet dengan tenang. Bisa membeli kopi. Berdiskusi mengenai signal processing atau beberapa aturan universitas. Kadang sedikit bergosip, karena tanpa gosip dunia runtuh. Juga break curhat.

Ada saat berjumpa, ada saat berpisah. Yonathan pergi duluan demi penuntasan project dan urusan administratif. Tinggal Natasha dan aku berdua. Kutumpahkan kegalauan hatiku dalam sepotong curhat padanya. Dia memberiku beberapa nasihat mengenai cinta. Aku memberinya sedikit (sangat sedikit) semangat untuk ujian besok. Dia mendukung kebulatan tekadku untuk menurunkan kartu truf dalam suatu permainan cinta. Kartu truf jangan ditahan-tahan. Setelah itu, kami berpisah di halte.

***

Strassenbahn 6 menderu menjauhi Uni. Indahnya musim semi. Hangatnya kawan-kawan. Semuanya menghanyutkanku bersama seluruh rasa syukur dalam jiwa. Aliran energi positif ini seirama dengan tekad bulatku untuk menyelesaikan permainan cinta yang nampaknya semakin buruk. Harus kubuka kartu itu segera sebelum terjadi bencana. Bukan masalah sukses atau gagal melainkan demi pembersihan jiwaku. Kira-kira tujuh bulan kuselami hatiku untuk menjawab pertanyaan benarkah dia wanita itu. Aku memang orang yang sulit jatuh cinta. Pintu hatiku terlalu kokoh. Mantra wanita ini berhasil membukanya. Perjalanan Strassenbahn membawku beberapa ingatan masa lalu yang ceria bersama wanita ini. Halte demi halte, memori demi memori.

Sampailah aku di halte tujuan. Kupergi ke bank mengambil uang. Tak lupa mengecek rekeningku yang menyedihkan. Bulan April bulan prihatin. Kutunggu gajiku yang datang di pertengahan bulan. Kemudian kupergi belanja pangan seminggu lalu pulang.

***

Semester ke-9, aku masih berstatus mahasiswa. Terlalu lama aku kuliah. Sedikit sesal memilih topik project yang salah. Berjuta syukur karena seluruh pengalaman dan segenap persahabatan. Ini hari pertama kuliah bagi mereka yang kuliah, sedangkan aku sudah cukup kuliah. Aku turut merasa solider bersama mereka yang membangun mimpi mereka menjadi sarjana. Hari pertama adalah hari indah untuk memeluk harapan dan mendendangkan impian.

Hari ini, seusai Paskah, perayaan penciptaan dunia, pembebasan orang Israel dari Mesir oleh Musa, dan kebangkitan Yesus Kristus, aku merasa tercipta menjadi Condro yang baru, terbebaskan dari rasa kuatir dan takut, serta penuh kebangkitan semangat untuk menggapai mimpi. Hari pertama kuliah Sommersemester 2010, kurasakan penuh energi positif mengalir
di badanku dan jiwaku.

Kutemukan jalanku sebagai seorang mahasiswa dan seorang pencinta. Thesis sebentar lagi kelar. Aku pun sudah siap menerima kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap pencinta. Hari yang indah ketika seorang anak manusia menemukan tujuan hidupnya dan menjalankan Dharmanya.

Tunggulah Condro baru yang akan muncul di Uni Bremen. Dia akan semakin dahsyat. Gelegar semangatnya akan terdengar hingga ke seluruh dunia. Dia akan segera menjadi 100% manusia dan 100% sarjana.

Sunday, April 4, 2010

Paskah & 4 Tahun di Bremen

Hari ini, 3 April 2010,

Aku memeringati dua hal:
  • 4 tahun di Bremen, dan sayangnya belum lulus master
  • Malam Paskah 2010, yang berarti Paskah kelima di Jerman.
***

Hari dimulai dengan bangun pagi (Pagi? Siang kaleeee). OK, bangun siang tepat jam 12. Aku bangun seperti biasa selalu ingat dia. Oh, aku lupa bilang, sudah 6-8 bulan ini (kaga bisa ngitung, euy), aku sulit melupakan cewe ini. Tiap bangun pagi yang terlintas dalam pikiranku adalah dia. Tapi cewe ini terlalu cerdas dan berpengalaman dalam membangun tembok yang sulit kutembus. Semua kungfu dan jutsu sudah kucoba, baik jurus lama maupun jurus mendadak baru. Namun cewe ini sepertinya adaptif dan resilient. OK, mungkin orang optimis seperti Naruto akan bilang bahwa aku perlu menciptakan jutsu baru.

Empat tahun di Bremen, kisah cintaku naik turun, kadang seiring dengan irama naik-turunnya percaya diriku. Terkadang ingat mantan. Lain waktu, berkenalan dengan wanita baru. Yang tidak mudah juga karena aku kurang berpengalaman. Dalam dunia percintaan, aku memang harus belajar banyak. Kali ini, aku berharap bisa belajar bersama cewe yang bikin aku selalu ingat dia setiap bangun pagi.

Oh, ya, belum cerita tentang cewe ini. Dia cerdas, baik intelektual maupun finansial. Cantik? Hmmm... Dari pandangan pertama kulihat biasa saja. Akan tetapi setelah melihat matanya yang berkilauan, aku terpesona. Dengan kata lain, matanya indah. Pertama aku pikir itu karena contact lens. Sayang sekali, akhir-akhir ini mata indahnya tertutup rambut. OK, dia juga imut alias "cute". Sexy? hmmm... No comment, yang jelas sih masih jomblo (kok, kaga nyambung, ya?).

Awalnya cewe ini tidak membuatku tertarik, akan tetapi ada satu mantra yang diucapkannya yang bisa menggerakkan hatiku yang nampaknya sudah kokoh membatu. Selain itu, dia membuat sesajen yang cocok dengan lidahku dan perutku. Mantra dan sesajen tersebut bikin aku suka. Tapi yang paling utama adalah mantra itu. Kadang kuberharap dia tidak pernah menyebut mantra itu, supaya aku tidak menderita seperti ini setiap bertemu dengan dirinya. Dia kabur dalam benteng kokohnya setelah mengucap mantra, inilah yang membuatku kesal. Betul-betul wanita tak bertanggungjawab!

Pasti pembaca penasaran, mantra apa yang diucapkan wanita ini.
(Ini adalah mantra rahasia, yang cuma diketahui sedikit orang)

***

Setelah bangun pagi, aku memasak "Sayur Cinta yang Hilang namun telah Terganti". Sayur ini kehilangan bawang bombai namun digantikan bawang putih yang ekstra alias berlebih. Sayur ini berasal dari Kitab Suci Vegetarian. Isi sayur adalah kacang merah (?), kacang panjang (?), dan jagung. Rasanya seperti masakanku yang biasa.
(Tanda tanya di atas, karena aku tak tahu sayur apa yang masuk ke dalam wajan. Anak kos tidak perlu tahu masak apa, yang penting enak dan bergizi)

Setelah makan, aku memeringati 4 tahun di Bremen dengan mencukur rambut. Lebih tepatnya, aku membayar orang mencukur rambutku. Aku pergi ke salon langganan. Kuntunjukkan fotoku jaman dahulu dengan rambut terbaik, lebih tepatnya tata rambut paling suboptimal. Ibu Iran tersebut mengangguk sanggup untuk menata seperti itu. Dawai musik yang tercipta dari mesin cukur dan gunting mengalun hingga telingaku. Telingaku aman, tidak terpotong gunting. Hasilnya lumayan. Lumayan pendek, bukan lumayan mirip foto yang kutunjukkan tadi. Ini adalah aplikasi suboptimal control dalam mencukur rambut. Tukang cukur tidak bisa merealisasi bentuk cukuran optimal, mengingat jumlah rambut masa mudaku di foto dan masa tuaku sekarang berbeda.

Seorang cewe manis bilang rambutku bagus dan rapi, lebih asyik dilihat. Seorang cewe cantik bilang rambutku mirip orang Turki. hahaha. Salam selalu buat Si Manis dan Si Cantik.

***

Setelah cukur, aku pulang ke rumah untuk mengisi perut lagi supaya tak kelaparan di malam hari. Kemudian aku Pesta Toilet lalu mandi, serta tidak lupa menggosok gigi. Pergilah aku ke gereja setelah tuntas urusan kamar mandi.

Hujan membasuh tubuhku, lebih tepatnya jaketku dan celanaku. Jaketku basah kuyup. Celanaku basah sedikit meresap. Kutunggu kereta angkot (Strassenbahn) yang mengantarku ke gereja. Aku sampai 10 menit sebelum acara mulai. Aku tahu aku takkan dapat kursi jadi aku berdiri. Aku melihat Flavia, cewe Brazil-Venezuela-Italia-Spanyol (campurannya kaga jelas, euy, saking banyaknya), juga berdiri. Berpandangan mata, senyum sedikit, dan melambaikan tangan. Tapi kok, malah Bapak India di depan Flavia juga ikutan? India ge-er kali.

Akupun mengikuti misa Malam Paskah. Seperti biasa, festival Kristus Cahaya Dunia bersama lilin, dengan ayat dari Kitab Kejadian tentang Penciptaan, Kitab Keluaran tentang pembebasan Israel dari Mesir, sisanya aku tak tahu, yang jelas ada Injil tentang kebangkitan Yesus dari kematian. Kemudian diikuti Litani Santo dan Santa lalu pembaharuan janji babtis dengan percikan air. Setelah itu, misa berjalan dengan urutan seperti biasa, Perjamuan Kudus, lalu pemberkatan kemudian pulang.

Seusai gereja, aku bertemu peserta misa lain yang lumayan dekat di hatiku
Mereka adalah keluarga "bahagia" walau mereka terkadang menggunakan bahasa yang tak kumengerti. Untungnya, Mas Dalang bisa berbicara denganku jika aku mulai "get lost in translation". Sebetulnya aku sebal sekali kalau mereka berkumpul lalu berbicara menggunakan bahasa yang tak kumengerti. Mas Dalang selalu menjadi penyelamatku.

Bahagia pakai kutip di atas maksudnya adalah ada dinamika yang aneh dari keluarga ini. Ada suatu hal yang menakutkan di balik semua keceriaan dan kehangatan. Semoga saja, firasatku ini salah. Aku bukan ahli mengenai dinamika keluarga. Jadi semoga aku salah.

***

Bersama "Keluarga Wayang" tersebut, aku pergi ke acara ramah-tamah Paskah. Aku dapat anggur merah dan sebutir telur. Satu mengandung alkohol, satunya lagi kolesterol. Kombinasi asyik. Kami merencanakan menu Paskah bersama di rumah Mas Dalang esoknya. Awalnya aku kesulitan untuk ikut acara ini karena kemampuan bahasaku terbatas untuk berbicara dengan mereka. Untungnya, Mas Dalang membantuku. Semoga aku bisa senang di acara ini besok. Semoga oh semoga. (Antara optimis dan pesimis)

Setelah itu, kami pulang ke rumah masing-masing. Kemudian aku menulis blog ini. Setelah itu, aku mau tidur menyambut pagi Paskah lalu bertemu mereka kembali. Oh, Tuhan lindungi aku!

***

Semoga setelah tidur, aku dapat bangkit menjadi Condro baru, seperti Yesus bangkit dari kematian. Aku merasakan bahwa kepercayaan diriku yang mati telah bangkit (perlahan-lahan). Paskah ini menjadi peringatan kebangkitan ini. Dua atau tiga tahun kuhabiskan waktu di Bremen memulihkan rasa percaya diri yang remuk redam, akibat pergumulan diri dalam studi dan cinta. Aku sudah menemukan diriku yang jernih tahun lalu saat kuberulangtahun ke-29. Kini dengan mata jernih aku melihat semuanya. Aku bisa melihat cahaya terang, yang bisa membantuku berjalan menyusuri tujuan hidupku. Aku bisa melihat diriku dan orang lain seperti dulu lagi. Kemampuanku pulih. Kemanusiaanku telah kembali. Aku sudah sembuh. Rasa takut sepertinya sirna dari diriku. Tinggal satu lagi lawanku, yaitu rasa malas. Semoga Paskah ini menjadi pertanda bangkitnya perlawanan terhadap kemalasan. Seperti moto Himpunan Mahasiswa Elektroteknik ITB, "We can fight!", aku akan berjuang melawan rasa malas.

Tidak kusesali 4 tahun di Bremen, Jerman.
Aku akan lulus menjadi Master of Science, yang 100% sarjana dan 100% manusia.
Aku juga akan menyatakan cintaku kepadanya, tunggu tanggal mainnya.


Selamat Paskah 2010!