Setelah berhasil memperpanjang visa, aku mencoba mengurus ke Master Office yang bukanya hanya Selasa dan Kamis. Tapi karena kesibukanku dengan programming dan webinar IEEE, urusan ini tertunda. Yah, akhirnya kesampaian juga Kamis 28 Januari itu.
Kamis itu, dari rumah, jalan kaki lalu naik bis sampai HBf Bremen. Di depan stasiun pusat Bremen tersebut, terdapat demo pelajar. Tema demonya adalah pendidikan. Tentu saja karena mereka anak sekolah. Saya kurang tahu tuntutannya apa saja, tapi berhubungan juga dengan kekurangan guru untuk bidang tertentu, serta pendidikan yang makin tidak manusiawi (waktu pendek dan bahan ajar padat).
Demo pelajar tersebut diiringi suatu melodi musim dingin. Salju turun perlahan dengan angin semilir. Demo di bawah salju namun para pelajar tetap berdiri dan satu orang menggunakan pengeras suara meneriakkan tuntutan demo. Terkesan heroik juga, sih.
Di Indonesia, di berbagai tempat di kota besar, juga terdapat demo. Tentu saja tuntutannya berbeda dengan para pelajar Bremen. Di Indonesia, tema demo adalah 100 hari pemerintahan SBY. Sebagian berkata SBY gagal. Sebagian mengaitkan SBY dengan kasus Bak Century.
Seratus hari itu kira-kira 3 bulan. Sedangkan Pemerintahan punya periode 5 tahun. Kurang asyik kalau bilang gagal hanya dari 3 bulan di banding 60 bulan. Mungkin mental sebagian bangsa Indonesia mirip dengan kisah Bandung Bondowoso tentang membangun 1000 candi dalam semalam, yang ingin serba instan. Ternyata membangun 1000 candi tidak bisa sendirian, Bandung Bondowoso melakukan outsourcing, yang ternyata gagal karena kurang 1 candi. Ingat, ya, nak, sistem kebut semalam itu tidak baik buat kesehatan.
Kembali ke hari Kamis tersebut, selain ada dua demo (di Bremen dan di Indonesia), aku sukses mengurus nama Profesor di selembar kertas. Senangnya hatiku saat itu. Aku menikmati makan di Mensa Uni lalu aku kembali ke rumah. Kali ini aku mengurus bantuan finansial dari ESG Bremen. Fotokopi ini-itu dan print ini-itu. Aku juga menyerahkan dokumen kepada sekretaris urusan mahasiswa internasional di ESG Bremen. Semoga aku bisa mendapat bantuan finansial untuk menyelesaikan thesis. Aku senang karena urusan administrasi sudah beres.
Kemudian aku pergi lagi ke uni. Kali ini aku menonton presentasi Natasha. Beliau bercerita mengenai "Multipath Routing", tentu saja untuk perangkat bergerak (mobile devices). Sebelumnya ada presenter yang berbicara tentang LTE (Long Term Evolution). Kedua pembicara menceritakan hal-hal tentang telekomunikasi. Menarik! Semoga Jerman dan Indonesia dalam waktu dekat segera memasang jaringan LTE.
Sesudah itu, aku menelpon Stella untuk berbagi kebahagiaan hari Kamis tersebut. Ternyata gagal. Diduga beliau kuliah atau sedang sibuk dengan Dharma Mahasiswi lainnya. Akhirnya kusimpan kebahagiaan ini untuk diriku sendiri saja. Aku pun mengantar Natasha ke HBf Bremen sekalian mendengar ceritanya tentang flu dan antibiotik.
Karena kesepian dan tak bisa berbagi kebahagiaan, nampaknya sejak Kamis itulah aku menulis banyak pos mikroblogging yang memenuhi status di Plurk, Twitter, dan Facebook. Indahnya salju, beresnya urusan administratif, dan lain-lain kusimpan dalam hati saja. Tiada tempat untuk bercerita. Yah, mau apa lagi. Hidup di rantau memang harus selalu siap menghadapi kesepian.
Semoga tahun ini, aku sanggup "survive" menghadapi kesepian.
ganbatte neee con! :)
ReplyDeleteTiga tahun berlalu.
ReplyDeleteBarulah kudapat kartu pos dari Cool Penk di London.